Kata Grab & Maxim soal Tarif Ojol Naik 4 Kali Lipat, Imbasnya ke Order
Kenaikan harga atau inflasi tarif ojol atau ojek online meroket empat kali lipat menjadi 5,25% secara tahunan (year on year/yoy) selama September, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Bagaimana pengaruhnya ke order menurut Gojek, Grab, dan Maxim?
Lonjakan inflasi tersebut sejalan dengan keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan tarif ojek online per 10 September. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 tahun 2022.
Kemenhub telah menaikkan tarif ojek online. Besaran kenaikan tarif ojol yang berlaku per 10 September, sebagi berikut:
- Zona I meliputi Sumatra, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali: Rp 2.000 – Rp 2.500 per kilometer (km). Biaya jasa minimal Rp 8.000 sampai Rp 10.000
- Zona II meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek): Rp 2.550 per km – Rp 2.800 per km. Biaya jasa minimal Rp 10.200 sampai Rp 11.200
- Zona III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua: Rp 2.300 – Rp 2.750 per km. Biaya jasa minimal Rp 9.200 sampai Rp 11.000
Persentase kenaikan tarif ojek online per kilometer dibandingkan 2019 sebesar 8% - 10%. Sedangkan perbandingan biaya jasa minimal sebagai berikut:
- Zona I 14%
- Zona II 6,66% - 13,3%
- Zona III 10% - 31%
Kenaikannya lebih kecil dibandingkan keputusan Kemenhub sebelum ada penyesuaian peningkatan harga BBM yang mencapai 44%.
Director of Central Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy menyampaikan, perusahaan telah menyesuaikan tarif ojek online sejak 11 September. “Besaran penyesuaian tarif telah dihitung secara saksama sesuai aturan pemerintah,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (6/10).
“Namun juga dirancang untuk menjaga kesejahteraan mitra pengemudi ojek online, serta kestabilan permintaan pasar terhadap layanan Grab,” tambah dia.
Decacorn Singapura itu pun terus menggelar sosialisasi secara bertahap kepada mitra pengemudi dan konsumen mengenai penyesuaian tarif tersebut.
Namun Grab tidak memerinci dampak kenaikan tarif ojek online terhadap order atau transaksi selama hampir sebulan.
Sedangkan Business Development Manager Maxim Indonesia Azhar Mutamad mengatakan, permintaan layanan ojek online di beberapa kota justru meningkat meski tarif ojol naik. “Hanya sebagian kecil kota lain yang mengalami penurunan. Itu pun di bawah 3% - 3,5% penurunannya,” katanya kepada Katadata.co.id.
Perusahaan asal Rusia itu menjelaskan, Maxim berfokus memberikan layanan dengan harga terjangkau. Namun tetap mengutamakan keamanan dan kenyamanan.
“Dengan tetap mengikuti ketentuan harga yang telah ditetapkan,” tambah dia.
Katadata.co.id juga mengonfirmasi kepada Gojek tentang dampak kenaikan tarif ojek online terhadap permintaan. Namun belum ada tanggapan.
Pengemudi Ojol Mengeluh Pendapatan Turun
Mitra pengemudi ojek online Grab Prabowo (35 tahun) mencatat order berkurang sejak tarif ojol naik. “Konsumen memilih yang lebih murah,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Selasa (4/10).
Di satu sisi, harga BBM melonjak. “Pendapatan berkurang. Isi bahan bakar jadi ada penambahan karena kenaikan BBM,” ujarnya.
Mitra pengemudi ojol Gojek yang enggan disebutkan namanya (48 tahun) menyampaikan hal serupa. “Harga yang kami terima di bawah yang dibayarkan oleh konsumen,” kata dia kepada Katadata.co.id.
Ia berharap, biaya sewa aplikasi diturunkan lagi dari 15% menjadi 10%. Kemenhub sebelumnya sudah menurunkan biaya bagi hasil dari maksimal 20% menjadi 15%.
Untuk menutup biaya operasional, ia pun menggaet penumpang di luar aplikasi atau seperti ojek pangkalan.
Keluhan soal Biaya Sewa dan Tanggapan Aplikator
Ketua Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafariel mengungkapkan bahwa ada aplikator yang tidak mengikuti aturan Kemenhub soal biaya bagi hasil maksimal 15%.
“Tarif ojek online memang naik, tapi soal potongan tidak diikuti oleh aplikator,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (4/10).
Director of Central Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy menyampaikan, berkoordinasi erat dengan pemangku kepentingan terkait penerapan biaya sewa aplikasi (komisi).
“Perlu diketahui bahwa potongan komisi digunakan untuk menjaga kesejahteraan mitra pengemudi serta pengembangan teknologi yang menghubungkan konsumen dan mitra pengemudi,” kata Tirza kepada Katadata.co.id, Kamis (7/10).
Selain itu, untuk keberlanjutan perusahaan. “Guna memastikan bahwa Grab dapat terus menyediakan sumber penghasilan yang berkesinambungan bagi ratusan ribu mitra di Indonesia,” ujarnya.
Sedangkan Maxim menilai Kemenhub tidak memiliki tujuan dalam menetapkan persentase biaya bagi hasil. “Kalau memang ini mau diterapkan pemerintah, maksudnya apa?” kata Business Development Manager Maxim Indonesia Azhar Mutamad kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (27/9).
Menurutnya, biaya bagi hasil merupakan harga jual layanan masing-masing aplikator. “Kalau ini ditentukan (oleh Kemenhub), ini menjadi pertanyaan. Tarif, syarat, dan kuota diatur. Sekarang potongan juga,” katanya.
Padahal, biaya bagi hasil merupakan sumber pendapatan utama aplikator. Ia khawatir bahwa ketetapan ini membuat industri berbagi tumpangan over regulated, sehingga banyak pemain yang bangkrut.
“Kalau pemerintah memaksakan harus tetap menyediakan layanan transportasi online, pemerintah mau memberikan subsidi untuk kami (aplikator)?” ujarnya.