‘Senjata’ Shopee Geser Posisi Tokopedia saat Pandemi Corona

Desy Setyowati
17 September 2020, 18:30
belanja online, e-commerce, pandemi corona, Shopee, virus corona
123rf/ llesia
Ilustrasi ecommerce

Nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) pun meningkat 109,9% yoy menjadi US$ 8 miliar atau Rp 118,8 triliun. Transaksi ini berdasarkan operasional Shopee di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Taiwan, dan Brasil.

Di Tanah Air, pesanannya lebih dari 260 juta selama April-Juni. Transaksi per hari rata-rata 2,8 juta lebih, meningkat 130% yoy.

Meski transaksinya melonjak, pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA Shopee yang disesuaikan negatif US$ 305,5 juta. Kerugian ini meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu, yang hanya US$ 248,3 juta.

Namun kerugian EBITDA yang disesuaikan per pesanan turun 50,5% yoy menjadi US$ 0,5.

Sedangkan Tokopedia merupakan perusahaan tertutup, sehingga data terkait transaksi maupun pendapatan tidak tersedia untuk publik. Namun CEO Tokopedia William Tanuwijaya sempat menyampaikan, perusahaan memperkirakan GMV tembus Rp 222 triliun pada tahun lalu.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menilai, Shopee memiliki fondasi yang kuat dengan luasnya pasar yang digarap. “Shopee memiliki keunikan sebagai pemain di ASEAN, sementara Tokopedia dan Bukalapak masih berfokus kepada segmen pasar di Indonesia,” kata dia kepada Katadata.co.id.

Berdasarkan data Cuponation, Tokopedia menduduki posisi pertama dengan 1,2 miliar kunjungan ke platform sepanjang tahun lalu. Sedangkan Shopee di urutan kedua dengan 837,1 juta kunjungan.

Kini, berdasarkan data iPrice, Shopee menduduki peringkat teratas pada kuartal I dan II. Katadata.co.id sudah menghubungi Shopee terkait strategi mendongkrak kunjungan ke platform. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini diturunkan.

Peringkat Shopee naik di tengah melonjaknya jumlah konsumen digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jumlahnya diperkirakan 310 juta pada akhir tahun ini.

Padahal, Facebook dan Bain & Company sebelumnya memproyeksikan angka itu baru akan tercapai pada 2025. Ini artinya, hampir 70% konsumen di Asia Tenggara akan beralih ke digital pada akhir tahun.

Sedangkan di Indonesia, jumlahnya diperkirakan naik dari 119 juta tahun lalu menjadi 137 juta. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.

Sejalan dengan hal itu, tingkat penggunaan layanan e-commerce pun melonjak sebagaimana Databoks di bawah ini:

Nilai transaksi belanja online di Asia Tenggara diproyeksikan melonjak menjadi US$ 147 miliar pada 2025. Angka ini meningkat dibandingkan prediksi awal yang hanya US$ 120 miliar.

Sedangkan nilai transaksi di Indonesia diperkirakan hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini juga melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.

Berdasarkan riset Facebook dan Bain & Company itu, konsumen digital Asia Tenggara selalu terbuka untuk mencoba merek baru. “Kami mencermati jenis merek yang dibeli konsumen. Hasilnya, mereka menunjukkan preferensi yang kuat terhadap merek tepercaya dan mapan,” demikian dikutip.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...