Makin Panas, Facebook dan Twitter Lawan Trump soal Aturan Media Sosial

Desy Setyowati
29 Mei 2020, 14:01
Makin Panas, Facebook dan Twitter Lawan Trump soal Aturan Media Sosial
ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis/foc/cf
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memeriksa kartu debit bantuan pandemi penyakit virus korona (COVID-19) yang diberikan kepadanya saat rapat Kabinet di Ruang Timur Gedung Putih di Washington, Amerika Serikat, Selasa (19/5/2020).

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang dapat mengurangi perlindungan terhadap perusahaan internet atau media sosial. Hal ini memicu perlawanan dari Twitter dan Facebook.

Trump menandatangani executive order tersebut setelah Twitter melakukan cek fakta atas cuitannya. Dalam perintah eksekutif ini, ia ingin mengubah pasal atau section 230 pada Undang-undang Keterbukaan Komunikasi.

Section 230 mengatur tentang perlindungan kepada perusahaan media sosial dari tanggung jawab atas konten yang diunggah oleh penggunanya. Mereka memiliki perisai. “Mereka dapat melakukan apa yang mereka inginkan,” kata Trump kepada Los Angeles Times, dikutip dari The Verge, Jumat (29/5). "Mereka tidak akan memiliki perisai itu."

(Baca: Buntut Cek Fakta Twitter, Trump Lancarkan 'Perang' dengan Media Sosial)

Twitter menentang perintah eksekutif tersebut. “Ini merupakan pendekatan reaksioner dan politisasi terhadap hukum," kata perusahaan melalui platform-nya.

Perusahaan menyampaikan, Section 230 melindungi inovasi dan kebebasan berekspresi warga AS. “Itu ditopang oleh nilai-nilai demokrasi. Upaya untuk mengikis secara sepihak itu mengancam masa depan kebebasan berbicara dan internet online,” katanya.

Juru bicara Facebook Liz Bourgeois pun mengatakan, perusahaan berupaya melindungi kebebasan berekspresi penggunanya. “Sambil melindungi komunitas dari konten berbahaya, termasuk unggahan yang mendorong warga untuk golput,” ujar dia.

Hal itu disampaikan, lantaran Twitter memeriksa kebenaran fakta cuitan Trump terkait kemungkinan manipulasi dalam pemungutan suara 2020. (Baca: Trump vs Twitter dalam Isu Manipulasi Pemilu dan Pembunuhan Politisi)

Facebook menilai, perintah eksekutif yang dirilis akibat perseteruan Trump dengan Twitter tersebut justru akan membatasi kebebasan warga AS dalam berekspresi. “Mencabut atau membatasi Section 230 akan memiliki efek sebaliknya. Ini akan membatasi lebih banyak percakapan secara online,” ujar Bourgeois.

Kendati begitu, perusahaan juga mengkritik Twitter atas cek fakta terhadap cuitan Trump. Dalam wawancara dengan CNBC Internasional, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan tidak ada perusahaan swasta yang harus bertindak sebagai penentu kebenaran.

"Saya kira, kami memiliki kebijakan yang berbeda dari Twitter dalam hal ini," kata Zuckerberg dikutip dari Independent, kemarin (28/5). (Baca: Trump Mau Ubah Aturan Medsos, Mengapa Pendiri Facebook Kritik Twitter?)

Salah satu penulis Section 230, Senator AS Ron Wyden mengatakan, perintah eksekutif yang ditandatangani Trump tidak sah. “Jelas ilegal,” kata dia dikutip dari Forbes.

Ia menilai, pemerintahan Trump berupaya melemahkan perusahaan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Google selama beberapa tahun. “(Trump) dengan jelas menargetkan Section 230 karena melindungi hak bisnis swasta untuk tidak menjadi tuan rumah bagi kebohongannya,” ujar dia.

Perintah eksekutif yang ditandatangani Trump dinilai berbahaya. "Upaya mengikis Section 230 hanya akan membuat konten online palsu dan berbahaya marak,” kata Wyden. "Melindungi ekspresi yang menentang tirani mereka yang berkuasa merupakan dasar dari Amandemen Pertama."

(Baca: Lawan Trump, Bos Twitter Sebut akan Tetap Lanjutkan Cek Fakta)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...