Ojek Online di RI Bisa Digaji Rp 10 Juta Seperti AirAsia di Malaysia?

Desy Setyowati
5 Agustus 2022, 18:32
ojek online, taksi online, gojek, grab, airasia
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Pengemudi ojek online menangkut penumpang di Shalter Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020).

AirAsia merekrut pengemudi taksi dan ojek online di Malaysia sebagai karyawan tetap dengan gaji bulanan minimum RM 3.000 atau sekitar Rp 10 juta. Ini bisa diterapkan juga di Indonesia?

Perusahaan yang berganti nama menjadi Capital A Berhad itu juga memberikan fasilitas lain seperti rekening tabungan Employee Providence Fund (EPF) dan Social Security Organizations (Socso), jaminan kesehatan, cuti tahunan hingga tunjangan perjalanan.

"Kami sangat senang menyambut para pengendara ke keluarga kami,” kata CEO Capital A Berhad Tan Sri Tony Fernandes dalam acara menyambut karyawan baru dikutip dari MalayMail, Kamis malam (4/8).

Tony menambahkan aturan tersebut berlaku di semua unit bisnis Capital A, termasuk AirAsia SuperApp. "Kami tidak percaya pada staf kontrak dan sekarang akan bergerak menuju mempekerjakan semua pengendara sebagai karyawan penuh waktu,” kata Tony.

AirAsia juga sudah menyediakan layanan pesan-antar makanan (food delivery) di Indonesia. Namun pengantarannya masih mengandalkan mitra ojek online Gojek.

Di Indonesia, pengemudi taksi dan ojek online bersifat kemitraan, bukan karyawan tetap. Operasional pengemudi sebagai mitra diatur oleh perusahaan.

“Kalau tidak patuh, perusahaan langsung mendisiplinkan lewat aplikasi. Ini membuat pengemudi sulit menerima order,” kata Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafariel kepada Katadata.co.id, awal tahun lalu (23/3/2021).

“Kalau penumpang tidak puas, bisa mengadu dan akun mitra ditangguhkan (suspend),” tambah dia.

Oleh karena itu, ADO berharap pengemudi taksi dan ojek online di Indonesia bisa menjadi karyawan. Taha mengatakan, asosiasi pernah mengkaji potensi ini.

“Tetapi, kami bisa membayangkan akan sulit karena (sepertinya) tidak dapat dukungan banyak pihak,” ujar Taha.

Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono juga berharap, pengemudi ojek online di Tanah Air bisa menjadi karyawan. Ia usul agar perusahaan aplikasi membuat dua skema yakni mitra dan karyawan.

Ia mencontohkan, pengemudi yang menjadi mitra selama satu atau dua tahun dengan prediksi baik atau tanpa banyak keluhan, maka bisa mengajukan diri menjadi karyawan.

“Ini agar kesejahteraan dan jaminan bekerja terjamin dengan adanya sistem pengupahan karyawan,” kata dia kepada Katadata.co.id, tahun lalu.

Apalagi, UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mengatur hubungan kerja berupa mitra. Alhasil, perlindungan dan kesejahteraan mitra pengemudi tak diatur di UU ini.

Sedangkan penghasilan pengemudi taksi dan ojek online di Indonesia dihitung berdasarkan jarak tempuh dan insentif dari perusahaan. Tarif per kilometer diatur oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Rincian tarif ojek online sebagai berikut:

  1. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) atau zona dua tarifnya Rp 2.250-Rp 2.650 per kilometer
  2. Zona satu terdiri dari Sumatera, Bali, serta Jawa selain JabodetabekRp 1.850 - Rp 2.300 per kilometer
  3. Zona tiga yakni Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua tarifnya Rp 2.100 - Rp 2.600 per kilometer

Sedangkan tarif taksi online sebagai berikut:

  1. Wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali Rp 3.500 - Rp 6.000 per kilometer
  2. Wilayah II termasuk Nusa Tenggara dan Kalimantan Rp 3.700 - Rp 6.500 per kilometer

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi pernah mengatakan, wacana mengubah status pengemudi taksi dan ojek online dari mitra menjadi karyawan pernah dibahas. Rencana ini muncul karena Gojek dan Grab merekrut banyak mitra.

Kementerian pun membahas potensi perubahan status itu ketika merancang peraturan tentang taksi online pada 2017. Aturan itu kemudian dicabut oleh Mahkamah Agung (MA).

Lantas, hal itu dibahas lagi saat Kemenhub mengkaji Permenhub Nomor 118 Tahun 2018. “Saat itu pernah diwacanakan. Kalau merekrut (mitra pengemudi) seperti menarik karyawan. Itu sudah dibahas, tapi tidak bisa,” katanya kepada Katadata.co.id, pada September 2019.

Gojek dan Grab bukan murni perusahaan transportasi. Kedua startup bervaluasi lebih dari US$ 10 miliar ini merupakan penyedia layanan on-demand. Oleh karena itu, bisnis mereka berada di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Sedangkan mantan Menteri Kominfo Rudiantara sempat menjelaskan, status pengemudi taksi ataupun ojek online tergantung pada ekosistem layanan. “Tergantung model bisnis yang mau dipakai dan ekosistemnya,” kata dia di Jakarta, September 2019.

Di Indonesia, Gojek dan Grab merupakan pengembang aplikasi super (superapp). Alhasil, layanannya bukan hanya berbagi tumpangan, tetapi juga logistik, pesan-antar makanan, fintech hingga konten digital.

Oleh karena itu, kedua decacorn tersebut disebut sebagai perusahaan aplikasi, bukan transportasi. Pengemudinya pun disebut mitra, bukan karyawan.

Yang terbaru, Gojek, Grab, dan Maxim membahas revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bersama  Komisi V DPR pada Maret 2022. Mereka bicara soal tarif ojek online dan status pengemudi.

Ketua Komisi V DPR Lasarus mengatakan, UU LLAJ masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun ini. Menurutnya, ada sejumlah isu yang akan dibahas dalam aturan itu.

"Misalnya, terkait keberadaan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, dengan memakai teknologi informasi," ujar Lasarus dalam RDPU Komisi V DPR, pada Maret (28/3). “Ada juga terkait pola kemitraan, perpajakan hingga ketenagakerjaan.”

Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...