Alasan Kemenhub Tak Sanksi Gojek dan Grab Ambil Komisi Ojol 15% Lebih

Lenny Septiani
1 Desember 2022, 14:49
ojek online, gojek, grab, kemenhub, dpr
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Pengemudi ojek online menangkut penumpang di Shalter Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020).

“Tambahan biaya operasional kendaraan yang diberikan oleh perusahaan aplikasi dalam bentuk voucer, kupon, atau uang yang diberikan kepada Mitra dalam kondisi atau waktu tertentu,” katanya.

5. Bantuan lainnya

Oleh karena itu, Kemenhub tidak mengenakan sanksi kepada aplikator yang mengenakan biaya bagi hasil lebih dari 15%. Namun perusahaan wajib menyampaikan laporan kepada dirjen perhubungan darat Kemenhub.

“Itu untuk evaluasi kinerja aplikator,” ujar Hendro. Isi laporan yang dimaksud berupa:

  • Dashboard sistem aplikasi
  • Laporan keuangan tiga bulanan atas penggunaan biaya penunjang 5%
  • Data operasional jumlah mitra pengemudi
  • Laporan keuangan tahunan yang di audit oleh kantor akuntan public yang masuk kategori bigfive
REVISI KENAIKAN TARIF OJEK ONLINE
REVISI KENAIKAN TARIF OJEK ONLINE (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.)

Kemenhub Sempat Dinilai Tidak Tegas

DPR mencatat bahwa Gojek dan Grab menarik biaya bagi hasil lebih dari 15%. “Ada yang memotong sampai 20% seperti Grab dan Gojek, ditambah lagi pemotongan Rp 5.000,” kata Anggota Komisi V DPR Fraksi Partai Gerindra Sudewo saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), tiga pekan lalu (8/11).

“Mengapa sampai tidak ada kepatuhan? Padahal dalam proses penyusunan peraturan ini, Grab dan Gojek juga diundang, dilibatkan, diminta masukan dan saran,” tambah dia.

President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, perusahaan terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait mengenai biaya sewa aplikasi (komisi). Ia menjelaskan, besarannya sudah dihitung secara saksama.

Komisi itu juga digunakan untuk menunjang kebutuhan mitra pengemudi. “Untuk menjaga kesejahteraan mitra pengemudi,” ujar Ridzki kepada Katadata.co.id, Kamis (10/11).

Katadata.co.id juga sudah mengonfirmasi keluhan DPR tersebut kepada Gojek. Namun Gojek belum bisa memberikan tanggapan.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno menilai, aturan Kemenhub membatasi biaya bagi hasil dari 20% menjadi 15% tidak tegas.

“Kemenhub tidak punya hak apapun terhadap taksi dan ojek online. Mereka bukan transportasi, tapi aplikasi,” kata Djoko kepada Katadata.co.id, minggu lalu (22/11).

“Jadi, mau dibuat peraturan menteri perhubungan pun tidak ada manfaatnya. Dicuekin juga tidak ada sanksi hukumnya. Mereka (aplikator taksi dan ojek online) mengikuti aturan Kominfo,” tambah dia.

Oleh karena itu, menurutnya belum ada payung hukum yang melindungi pengemudi taksi dan ojek online.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Haris Muhammadun berharap, pemerintah menindak tegas aplikator yang mengambil biaya bagi hasil lebih dari 15%. “Sebab jelas melanggar peraturan menteri perhubungan yang mengatur hal itu,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (18/11).

Jika aplikator seperi Gojek, Grab, dan Maxim keberatan dengan aturan itu, menurutnya ada ruang dan mekanisme tersendiri yang bisa ditempuh. “Apakah uji material aturan atau saluran hukum lainnya. Aturan ini mesti ditegakkan,” tambah dia.

Halaman:
Reporter: Lenny Septiani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...