Kadin Sebut Potensi Energi Terbarukan Capai 431 GW, Pemanfaatan Minim
Untuk mengatasi hal itu, Kadin merekomendasikan lima hal yakni satu, dibutuhkan aturan yang memprioritaskan pemanfaatan EBT dibandingkan energi fosil. Kedua, adanya pengaturan harga EBT berdasarkan jenis sumber, lokasi dan kapasitas terpasang yang dibangun.
(Baca: Menteri ESDM: Pemanfaatan EBT Minim, Hanya 8% Dari Potensi 400 MW)
Tiga, pemberian insentif fiskal dan non-fiskal untuk percepatan investasi EBT hingga mencapai harga keekonomian. Empat, pembentukan Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPEI) yang akan berperan untuk mencapai target EBT dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebesar 23% pada 2025 dan penurunan emisi gas rumah kaca 29% pada 2030 dari sektor energi.
Lima, membentuk dana energi terbarukan untuk mendorong percepatan investasi energi terbarukan, termasuk di dalamnya untuk penyediaan insentif, penelitian dan pengembangan, peningkatan kapasitas, kompensasi PLN, serta haI-hal lain yang berkaitan dengan percepatan investasi energi terbarukan.
Menurut data International Renewable Energy Agency (IRENA) kapasitas terpasang listrik EBT pada 2010 baru 5.475,4 mega watt (MW). Namun, pada 2018 kapasitas terpasang listrik EBT naik 73% menjadi 9.484 MW. Dalam RUPTL 2019-2028, pemerintah menargetkan bauran pembangkit listrik EBT sebesar 11,4% pada 2019. Kemudian terus meningkat menjadi 23,2% pada 2028.
(Baca: Indonesia Punya 312 Lapangan Panas Bumi, Bisa Jadi Sumber Energi Baru)