Arcandra Tahar Ungkap Penyebab Sulitnya Pengembangan Energi Terbarukan

Image title
2 Maret 2021, 14:59
energi terbarukan, arcandra tahar, energi baru terbarukan, ketahanan energi
Katadata
Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyebut pembiayaan untuk proyek energi baru terbarukan masih sulit.

Kendala Pendanaan

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Ruanda Agung Sugardiman mengatakan pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca. Target penurunannya sebesar 29% di 2030 dengan usaha sendiri (business as usual/BAU)dan 41$ dengan bantuan internasional. "Kami melakukan kegiatan prioritas untuk mewujudkan pembangunan rendah karbon," kata dia.

Pengelolaan hutan dan inovasi teknologi rendah karbon memiliki peran penting dalam menurunkan emisi. Target mitigasi sektor kehutanan mencapai 17,2% merupakan 70% dari target pengurangan gas rumah kaca BAU. 

Namun, Indonesia memiliki tantangan besar dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Salah satunya mengenai pendanaan. 

Negara ini membutuhkan dana sekitar Rp 4.557 triliun untuk mendanai program perubahan iklim hingga 2030.  "Dan adaptasinya sekitar Rp 1.454 triliun," kata dia. Pada 2018 anggaran untuk mitigasi iklim mencapai Rp 72,2 triliun. Untuk itu, perlunya menghadapi pengembangan instrumen keuangan. 

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk menaikkan target bauran energi baru terbarukan atau EBT. Target yang pemerintah tetapkan sekarang dinilai terlalu rendah. Angkanya di 23% pada 2025 dan 31% di 2050. 

Siti merekomendasikan agar targetnya naik menjadi 50% di 2050. “Kalau kami lihat, Pak Menteri (Arifin Tasrif), boleh naik lagi di 2050, jadi pada 2070 menjadi net zero emission (bebas emisi),” katanya pada 28 Januari lalu.

Sepanjang 2015 hingga 2018, emisi karbon atau gas rumah kaca yang timbul di negara ini paling banyak dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Dari sektor kehutanan, Siti mengklaim, justru menurun.

Ia menyebut kehutanan menjadi sektor penting dalam pencapaian target pengurangan emisi nasional atau nationally determined contribution (NDC). Berdasarkan konvensi perubahan iklim atau Perjanjian Paris 2015, Indonesia memiliki kewajiban menurunkan emisi karbon dari sektor ini sebesar 17,2%. Lalu, energi 11%, limbah 0,32%, pertanian 0,13%, serta industri dan transportasi 0,11%. 

Target pada 2030, Indonesia akan menurunkan sekitar 29% emisi gas rumah kaca (GRK) atau setara 2,8 giga ton karbon dioksida (CO2). Per 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah berupaya menurunkan emisi karbon sampai 70%.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...