Masih Ada PLTU Baru Dalam RUPTL, Komitmen Iklim RI Dinilai Mundur
"Kalau melihat perkembangan sepanjang 2015-2020, kapasitas pembangkit EBT hanya bertambah 2 GW. Sedangkan untuk mencapai 23% kita butuh 10,6 GW," katanya.
Researcher Trend Asia, Andri Prasetiyo mengatakan dokumen RUPTL 2021-2030 diklaim sebagai RUPTL hijau namun pemrintah nyatanya masih tetap berencana untuk membangun pembangkit tenaga listrik yang bersumber dari energi fosil dengan kapasitas yang signifikan.
Secara spesifik, mengacu pada porsi pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil. PLTU batu bara menduduki porsi yang paling besar yakni 70% atau 13,8 GW.
Pemerintah sendiri bahkan masih memberikan penugasan untuk mempercepat dan memaksakan menuntaskan pembangkit FTP 1, FTP 2. dan program 35 GW yang didominasi PLTU. Di samping itu, pembangkit yang statusnya masih Power Purchase Agreement (PPA) dalam RUPTL masih masuk dan memiliki target COD.
Sehingga menurutnya ada inkonsistensi kebijakan, terlebih pasca pernyataan komitmen net zero, Presiden Joko Widodo sempat menyatakan akan membatalkan proyek yang belum financial close. "Pada kenyataannya Presiden masih menjaga kebijakan dimana pembangkit PPA masih dipertahankan," katanya.
Adapun jika hingga 2029 akan ada tambahan kapasitas PLTU baru sebesar 13,8 GW. Maka menurutnya akan ada penambahan 86,9 juta ton emisi tiap tahunnya atau setara dengan total emsisi karbon tiap tahun dari Nigeria.