Tren Pembangunan Energi Terbarukan RI Melambat, Ancam Target NZE
“Selain itu, Indonesia harus menggenjot pembangunan energi terbarukan setidaknya 30,5 GW tambahan hingga 2030,” kata dia.
Sementara itu, Analis Energi Terbarukan IESR, Pintoko Aji menyebutkan penetrasi energi terbarukan variabel (PLTS dan PLTB) yang tinggi akan membuat konsep pembangkit baseload atau pembangkit yang beroperasi secara berkesinambungan dengan kapasitas yang tinggi, menjadi tidak relevan.
“Dengan adanya kebutuhan untuk meningkatkan penetrasi variable renewable energy (VRE), sistem ketenagalistrikan Indonesia membutuhkan sistem yang lebih fleksibel dan responsif,” kata dia.
Makna fleksibel artinya, tingkat sistem ketenagalistrikan dapat menyesuaikan dengan beban dan sebagai reaksi variabilitas produksi listrik dari VRE. Untuk melakukannya, diperlukan pendalaman materi untuk pembatasan kontraktual.
“Misalnya, perubahan kontrak (legal) dari menerima atau membayar (take-or-pay) ke menerima dan membayar (take-and-pay) dan insentif fleksibilitas,” ujar Pintoko.
Disisi lain, IESR meminta pemerintah untuk menunjukkan komitmen politik yang lebih kuat dan langkah-langkah yang konkret untuk mempercepat penetrasi energi terbarukan. Selain itu, strategi dekarbonisasi perlu diterapkan di seluruh sektor agar saling mendukung.
Maka dari itu, IESR memandang presiden baru yang akan terpilih pada Pemilu 2024 harus menciptakan momentum transisi energi sedari awal kepemimpinan.