Pemerintah Harus Punya Langkah Konkret Tangani Krisis Iklim

Rezza Aji Pratama
18 November 2021, 20:47
Yves Herman Pemandangan selama Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26), di Glasgow, Skotlandia, Inggris, Jumat (12/11/2021).
ANTARA FOTO/REUTERS/Yves Herman/HP/sa.
Pemandangan selama Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26), di Glasgow, Skotlandia, Inggris, Jumat (12/11/2021).

Batu bara juga masih menjadi sumber energi listrik utama. Menurut Kementerian Energi, 80 persen energi listrik masih bergantung pada batu bara. Porsi ketergantungan pada batu bara ini jelas perlu dikurangi. Fabby menjelaskan, batu bara berkontribusi 40% pada emisi global.

“Indonesia perlu melakukan transisi energi dari energi kotor ke energi hijau,” kata Fabby.

COP26 juga menggarisbawahi pentingnya hutan dan lahan. Langkah positif yang telah disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam Presidency Event Forest and Land Use bahwa hutan sebagai solusi iklim global, membangun pendanaan alternatif dan mewujudkan pengelolaan hutan yang pro-environment, pro-development, dan people-centered membutuhkan konsistensi kebijakan pengelolaan hutan dan lahan.

Saat ini ada 9,6 juta ha hutan alam tersisa yang belum terlindungi kebijakan penghentian pemberian izin baru dan oleh karenanya bisa terancam.

“Presiden harus tegas untuk melindungi seluruh bentang hutan alam dan gambut tersisa Indonesia untuk membantu Indonesia mencapai target net carbon sink FOLU 2030,” kata Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan.

Selain itu, Nadia juga mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Aturan itu menjadi tumpuan perlindungan hutan alam tersisa, dan pengakuan atas hak masyarakat lokal, karena ini sangat esensial untuk mencapai ambisi iklim Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia melalui Kementerian LHK telah menekankan bahwa net sink FOLU 2030 dapat dicapai dengan mengontrol deforestasi serendah mungkin, melalui pencegahan karhutla, manajemen gambut, moratorium hutan alam dan gambut, pengurangan degradasi lahan, dan penegakan hukum (law enforcement).

Laetania Belai Djandam, remaja aktivis lingkungan hidup dan masyarakat Adat Dayak menjelaskan, COP26 ini membuka ruang lebar bagi kaum muda dan masyarakat adat. Bukan hanya akademisi, atau ilmuwan. Menurut Belai, kaum muda harus mempopulerkan isu-isu iklim dalam COP26 agar bisa menjangkau masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya. “Karena keputusan dalam COP26 paling berdampak bagi mereka,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...