Pengungkapan Ketidakbenaran SPT, Definisi, Ketentuan, dan Tujuannya
Dalam sistem perpajakan Indonesia, salah satu tugas Direktorat Jenderal Pajak atau DJP, adalah melakukan pemeriksaan terhadap surat pemberitahuan atau SPT yang disampaikan wajib pajak. Dalam prosesnya, dikenal adanya istilah pengungkapan ketidakbenaran SPT.
Sebagai informasi, pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji sejauh mana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam proses pemeriksaan pajak, seringkali ditemukan kesalahan atau kekurangan dalam pengisian SPT yang telah diajukan oleh para pembayar pajak.
Jika ditemukan adanya kesalahan atau kekurangan dalam pengisian surat pemberitahuan, wajib pajak memiliki opsi untuk memperbaiki kesalahan tersebut tanpa dikenakan sanksi administrasi. Caranya, adalah dengan melakukan pengungkapan ketidakbenaran SPT saat pemeriksaan pajak.
Berikut ini ulasan mengenai pengertian atau definisi pengungkapan ketidakbenaran SPT, beserta ketentuan, dan tujuannya.
Definisi Pengungkapan Ketidakbenaran SPT
Pengungkapan ketidakbenaran SPT, adalah kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengakui kesalahan atau kekurangan dalam pengisian surat pemberitahuan yang telah diajukan sebelumnya, baik bagi mereka yang sudah atau belum melakukan pembetulan SPT.
Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau UU KUP, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Tujuan dari pengungkapan ketidakbenaran SPT ini, adalah untuk memberikan kemudahan dan insentif kepada wajib pajak yang ingin secara sukarela memperbaiki kesalahan mereka, serta untuk meningkatkan kepatuhan dan kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan.
Pengungkapan ketidakbenaran ini, juga merupakan salah satu aspek dari sistem penilaian diri atau self assessment system. Ini merupakan sistem dimana wajib pajak bertanggung jawab menghitung, membayar, dan melaporkan pajak mereka sendiri.
Ketentuan Pengungkapan Ketidakbenaran SPT
Untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran dalam SPT selama pemeriksaan pajak, wajib pajak harus mematuhi serangkaian ketentuan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Beberapa ketentuan yang dimaksud, antara lain wajib pajak dapat mengungkapkan secara tertulis kesalahan dalam pengisian SPT sebelum Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) diberikan oleh pemeriksa pajak.
Perubahan ini juga disesuaikan dengan perubahan di UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP, dimana sebelumnya batas waktu untuk pengungkapan pengungkapan ketidakbenaran SPT selama pemeriksaan adalah sebelum Surat Ketetapan Pajak (SKP) diterbitkan.
Kedua, laporan tertulis harus ditandatangani oleh wajib pajak dan harus mencakup beberapa dokumen atau bukti, antara lain:
- Penghitungan pajak yang sebenarnya harus dibayar sesuai dengan kesalahan yang diakui.
- Bukti pembayaran pajak yang kurang dibayar melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
- SSP untuk sanksi administratif berupa bunga.
Ketiga, sesuai dengan Pasal 61 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 hingga PMK No.18/PMK.03/2021, laporan pengungkapan ketidakbenaran harus menyediakan data yang lengkap dan akurat mengenai kesalahan atau kekurangan yang diakui oleh wajib pajak, serta bukti-bukti yang mendukungnya. Laporan ini juga harus ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.
Keempat, wajib pajak harus membayar pajak yang kurang dibayar akibat pengungkapan ketidakbenaran yang diakui beserta sanksi administratif berupa bunga dengan tarif bunga per bulan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan batas waktu maksimum 24 bulan. Kelima, wajib pajak tidak boleh sedang dalam proses penyelesaian sengketa pajak atau proses penegakan hukum perpajakan.
Dengan demikian, jika wajib pajak mematuhi semua ketentuan tersebut, mereka dapat mengirimkan laporan pengungkapan ketidakbenaran selama pemeriksaan pajak kepada DJP melalui saluran resmi yang tersedia. Namun, meskipun wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran secara sukarela, UU HPP menegaskan bahwa hal tersebut tidak menghentikan proses pemeriksaan.
Tujuan Pengungkapan Ketidakbenaran SPT
Tujuan utama dari mengungkapkan ketidakbenaran dalam Surat Pemberitahuan (SPT) selama proses pemeriksaan pajak adalah memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk secara sukarela memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam pengisian SPT yang sudah mereka ajukan sebelumnya.
Proses ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat positif baik bagi wajib pajak maupun otoritas perpajakan. Berikut adalah beberapa tujuan khusus dari pengungkapan ketidakbenaran SPT:
1. Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan
Dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk memperbaiki kesalahan tanpa sanksi yang berat, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan.
2. Meningkatkan Kepercayaan terhadap Sistem Perpajakan
Pengungkapan ketidakbenaran SPT menunjukkan bahwa sistem perpajakan bersifat adil dan memahami kesalahan yang tidak disengaja, yang dapat meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap sistem tersebut.
3. Mendukung Self-Assessment System
Wajib pajak bertanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak mereka sendiri. Pengungkapan ketidakbenaran SPT mendukung sistem ini dengan memungkinkan wajib pajak untuk mengoreksi perhitungan mereka.
4. Menghindari Sanksi Administratif
Wajib pajak yang secara sukarela mengungkapkan ketidakbenaran pada SPT mereka dapat menghindari sanksi administratif yang biasanya dikenakan atas kesalahan dalam pengisian SPT.
5. Memperbaiki Basis Data Perpajakan
Dengan mengungkapkan ketidakbenaran, informasi dalam basis data perpajakan menjadi lebih akurat dan terkini, yang dapat meningkatkan efisiensi administrasi pajak.
6. Meningkatkan Akurasi Perhitungan Pajak
Pengungkapan ketidakbenaran memungkinkan koreksi terhadap underpayment atau overpayment pajak, memastikan bahwa Wajib Pajak membayar pajak yang sebenarnya terutang.
7. Mendukung Transparansi dan Akuntabilitas
Proses pengungkapan ketidakbenaran SPT menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dari Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
8. Mengoptimalkan Penerimaan Negara
Dengan mengoreksi underpayment pajak, pengungkapan ketidakbenaran SPT berpotensi meningkatkan penerimaan pajak negara.
Pengungkapan ketidakbenaran SPT selama inspeksi pajak dapat memiliki konsekuensi baik atau buruk bagi pembayar pajak, tergantung pada jenis dan besaran kesalahan yang dilaporkan. Ini dapat meliputi pembayaran pajak yang lebih tinggi atau lebih rendah, penyesuaian atas kerugian, aset, atau modal yang dilaporkan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi situasi keuangan dan kepatuhan pajak pembayar.
Secara proaktif mengungkapkan kesalahan dapat menghindarkan pembayar pajak dari sanksi administratif dan memungkinkan mereka untuk memperbaiki kesalahan dengan biaya yang lebih rendah. Namun, jika pengungkapan menghasilkan pembayaran pajak yang lebih tinggi, pembayar pajak berhak atas pengembalian pajak yang juga akan dikenai bunga.
Dengan demikian, pengungkapan ketidakbenaran dalam SPT selama inspeksi pajak tidak hanya mencerminkan kepatuhan, tetapi juga merupakan strategi dalam mengelola potensi "tax dispute" atau konflik perpajakan dengan cara yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Hal ini menyoroti pentingnya transparansi dan integritas dalam urusan perpajakan untuk memperkuat sistem perpajakan yang adil dan efisien.