Mata Uang Kripto, Pengertian, dan Perlakuannya di Indonesia

Image title
Oleh Risma Kholiq
20 Februari 2024, 13:18
Mata Uang Kripto
Freepik
Mata Uang Kripto

Sementara, lembaga keuangan non-bank meliputi Pegadaian, koperasi simpan pinjam, perusahaan modal ventura, perusahaan sewa guna (leasing) atau multifinance, dana pensiun, pasar modal, dan perusahaan asuransi.

Bappebti telah mengeluarkan peraturan terkait penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto melalui Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka.

Perdagangan aset kripto di pasar fisik hanya dapat dilakukan oleh pedagang fisik aset kripto, yang pengelolaannya dan pengawasannya dilakukan oleh bursa berjangka, yang telah disetujui oleh Kepala Bappebti.

Persyaratan mata uang kripto yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, yang ditetapkan oleh Bappebti, adalah sebagai berikut:

  • Berlandaskan teknologi ledger
  • Berupa aset kripto dengan fungsi utilitas
  • Aset kripto yang didukung oleh aset lain
  • Sudah dinilai menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP)

Perlakuan Perpajakan Mata Uang Kripto di Indonesia

Menurut UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah Indonesia telah menetapkan aset kripto sebagai objek pajak, termasuk pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Peraturan tersebut diimplementasikan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 yang mengatur tentang PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto.

Menurut Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), aset kripto dianggap sebagai komoditas yang memenuhi syarat sebagai objek PPN.

BI dan Bappebti, serta Kementerian Perdagangan, menegaskan bahwa aset kripto di Indonesia dianggap sebagai komoditas, bukan alat tukar atau surat berharga. Oleh karena itu, aset kripto dianggap sebagai barang kena pajak tidak berwujud dan wajib dikenai PPN untuk memastikan kewajaran dan keadilan dalam pajak.

1. Subjek Pajak Kripto

Berdasarkan Pasal 19 PMK 68/2022, subjek yang terkena pajak penghasilan atau PPh kripto mencakup penjual aset kripto, penyelenggara Penyelenggara Pelayanan Modal Ventura Syariah (PMSE), dan penambang aset kripto (miner). Sementara itu, subjek yang terkena PPN kripto atau yang dikenakan PPN atas transaksi aset kripto meliputi pembeli dan penjual aset kripto.

2. Objek Pajak Kripto

Menurut Pasal 2 PMK 68/2022, objek pajak kripto atau yang menjadi subjek pengenaan PPN kripto termasuk:

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dalam bentuk aset kripto oleh penjual aset kripto.
  • Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang meliputi penyediaan Sarana Elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, oleh penyelenggara Penyelenggara Pelayanan Modal Ventura Syariah (PMSE).
  • Penyerahan JKP yang mencakup jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto.
Fungsi Crypto
Mata Uang Kripto (Unsplash)

Adapun, tarif PPN dan PPh untuk aset kripto di Indonesia berdasarkan PMK 68/2022, adalah sebagai berikut:

  • 0,11%: Tarif PPN atas transaksi perdagangan aset kripto oleh Pedagang Fisik Aset (PFAK).
  • 0,22%: Tarif PPN atas transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan selain PFAK.
  • 1,1%: Tarif PPN atas jasa penambangan aset kripto setelah verifikasi transaksi.
  • 0,1%: Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan dari perdagangan aset kripto oleh PFAK.
  • 0,2%: Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan dari perdagangan aset kripto oleh penambang aset kripto yang bukan PFAK.
  • 0,1%: Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan dari penambangan aset kripto, tanpa termasuk PPN.

Selain besaran tarif yang telah disebutkan, PMK 68/2022 juga menggatur terkait tarif PPN untuk aset kripto dengan besaran tertentu. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) PMK 68/2022, PPN yang dikenakan atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto oleh penambang aset kripto sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), adalah sejumlah PPN yang telah ditetapkan.

Besaran PPN tersebut adalah 10% dari tarif PPN, dikalikan dengan nilai dalam bentuk uang dari aset kripto yang diterima oleh penambang aset kripto, termasuk aset kripto yang diperoleh dari sistem aset kripto (block reward).

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan keberlanjutan diskusi terkait cryptocurrency di Indonesia, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk terus memantau perkembangan ini dengan cermat.

Perlakuan yang tepat terhadap mata uang kripto, termasuk regulasi yang sesuai dan sistem pajak yang adil, akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas keuangan dan melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...