Pengusaha Kena Pajak, Pengertian, Fungsi, dan Syarat Pengukuhannya
Pengusaha kena pajak atau PKP merupakan istilah yang sering kali menjadi fokus utama dalam ranah perpajakan. Secara sederhana, istilah ini merujuk kepada individu atau badan usaha yang memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan perpajakan dengan melakukan pemungutan, pelaporan, dan penyetoran pajak yang terutang.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami pengertian, fungsi, serta syarat pengukuhan sebagai PKP, karena hal ini menjadi dasar bagi pelaku usaha untuk mematuhi kewajiban pajak mereka dan berkontribusi pada pembangunan negara.
Pengertian PKP
PKP adalah singkatan dari "Pengusaha Kena Pajak", yang merujuk kepada individu atau entitas bisnis yang memiliki kewajiban untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 dan peraturan turunannya.
Seorang pengusaha yang menjual barang atau jasa yang dikenai PPN wajib mendaftarkan usahanya sebagai pengusaha kena pajak, kecuali jika mereka memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Oleh karena itu, tidak semua pengusaha secara otomatis dianggap sebagai PKP, kecuali jika pengusaha kecil memilih untuk menjadi PKP secara sukarela dengan tujuan tertentu untuk mendukung perkembangan bisnis mereka.
Fungsi PKP
Beberapa fungsi terkait keberadaan pengusaha kena pajak melibatkan hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh perusahaan tersebut, antara lain:
1. Melakukan Pemungutan PPN dan PPnBM
Perusahaan yang memiliki status PKP bertanggung jawab untuk melakukan pemungutan pajak, termasuk PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut telah bekerja sama dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memudahkan proses pemungutan pajak yang terkait.
Ini disebabkan karena umumnya nilai transaksi untuk barang mewah cukup besar, sehingga memerlukan prosedur khusus untuk melakukan pemungutan pajak kepada pengusaha yang memproduksi atau mengimpor barang mewah tersebut.
Perlu dicatat, bahwa pemungutan PPnBM hanya terjadi sekali, yakni pada saat penyerahan barang mewah dari pabrik atau produsen. Selain itu, pemungutan juga dilakukan saat proses impor barang mewah dari luar negeri.
2. Melaporkan PPN dan PPnBM yang Belum Dibayarkan
Di samping melakukan pemungutan, perusahaan juga memiliki opsi untuk secara langsung menyetorkan PPN yang masih harus dibayarkan kepada pemerintah. Dengan demikian, pengelolaan biaya dan waktu terkait pajak dapat lebih efisien.
Pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk melaporkan jumlah pajak yang harus dibayar ini, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pebisnis kecil, memastikan penerimaan negara, dan mengendalikan pola konsumsi terhadap Barang Kena Pajak (BKP) yang termasuk dalam kategori mewah.
3. Menyetorkan PPnBM dan PPN Terutang
Salah satu peran lain dari PKP, adalah memiliki tanggung jawab untuk menyetorkan PPN yang masih harus dibayar. PPN yang masih harus dibayarkan mencakup penyerahan BKP dan/atau JKP, kegiatan impor dan ekspor BKP, serta penggunaan BKP yang tidak berwujud.
Selain itu, pengusaha kena pajak juga diwajibkan untuk menyetorkan PPnBM yang masih harus dibayarkan kepada pemerintah.
Syarat Pengukuhan PKP
Tidak semua individu atau badan yang memiliki kewajiban pajak dapat memperoleh status sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jika mereka tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, permohonan mereka untuk menjadi PKP tidak akan diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan, baik individu maupun badan yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan atau bahkan diwajibkan menjadi PKP.
Pasal 3A dari Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjelaskan bahwa pengusaha yang melakukan penjualan barang atau jasa yang dikenai pajak, kecuali untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, memiliki kewajiban untuk mendaftarkan usahanya sebagai PKP.
Proses pengajuan untuk menjadi PKP dapat dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berada di wilayah tempat tinggal atau lokasi usaha.
Syarat Utama
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PMK No. 68/2010 mengenai Batasan Pengusaha Kecil PPN, syarat utama untuk pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak adalah penghasilan bruto setahun.
Bagi wajib pajak, baik orang pribadi yang memiliki usaha, maupun badan, yang memperoleh omzet bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun, wajib untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
Sementara, bagi pelaku usaha yang memperoleh penerimaan atau penghasilan bruto kurang dari Rp 4,8 miliar setahun, mereka memiliki dua opsi:
- Tidak diwajibkan menjadi PKP.
- Tetap diperbolehkan untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
Bagi wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan utama untuk menjadi pengusaha kena pajak, disarankan untuk segera mendaftarkan diri sebagai PKP guna menghindari potensi kesulitan di masa yang akan datang.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan ternyata seharusnya sudah memperoleh pengukuhan sebagai PKP pada tahun 2022, namun pengakuan tersebut baru dilakukan pada tahun 2023 setelah hasil pemeriksaan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ditemukan, maka pengusaha tersebut tetap bertanggung jawab untuk melunasi kewajiban perpajakannya yang seharusnya terjadi pada tahun 2022 sebagai PKP.
Ini mencakup kewajiban untuk memungut PPN atau PPnBM, serta membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebagai Wajib Pajak (WP) Badan.
Syarat Umum
Persyaratan umum untuk mengajukan pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak meliputi:
- Mengisi Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
- Menyertakan salinan identitas diri semua pengurus, yakni KTP untuk WNI dan Paspor/KITAS/KITAP untuk WNA.
- Menyertakan salinan NPWP semua pengurus.
- Menyertakan salinan Akta Pendirian untuk kantor pusat, serta surat keterangan penunjukan dari kantor pusat untuk cabang.
- Telah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak untuk dua tahun terakhir.
- Tidak memiliki tunggakan pajak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengusaha yang memperoleh omzet hingga Rp4.800.000.000 per tahun memiliki kewajiban untuk mengajukan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sementara itu, jika pengusaha memperoleh omzet di bawah batas tersebut dalam satu tahun, mereka tidak diwajibkan untuk memungut PPN atau menerbitkan faktur pajak, kecuali jika mereka mengajukan permohonan pengukuhan sebagai PKP sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, PKP merupakan entitas yang memiliki tanggung jawab untuk mematuhi peraturan perpajakan, termasuk pemungutan, pelaporan, dan penyetoran pajak yang terutang.
Melalui pemahaman terhadap pengertian, fungsi, dan syarat pengukuhan sebagai PKP, diharapkan para pelaku usaha dapat memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta berkontribusi pada pembangunan negara melalui penyediaan sumber pendapatan pajak yang diperlukan.