Hikayat Hotel Sultan, Bermasalah Sejak Awal Dibangun

Amelia Yesidora
7 Maret 2023, 14:15
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (3/3/2023). Kementerian Sekretariat Negara melalui Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) akan mengelola Hotel Sultan setelah memenangkan gugatan put
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (3/3/2023). Kementerian Sekretariat Negara melalui Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) akan mengelola Hotel Sultan setelah memenangkan gugatan putusan Peninjauan Kembali (PK) atas sengketa lahan Blok 15 Kawasan Gelora Bung Karno atau bangunan Hotel Sultan dari PT Indobuildco.

Indobuildco tidak lagi menjadi pengelola Hotel Sultan per Jumat (3/3). Sebagai gantinya, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara alias Kemensetneg akan mengelola hotel yang terletak di Blok 15 kawasan Gelora Bung Karno tersebut.

Perubahan itu seiring habisnya masa hak guna bangunan alias HGB PT Indobuildco per 4 Maret 2022. “Dengan berakhirnya HGB Nomor 27/Gelora dan Nomor 26/Gelora, (kami) akan mengelola sendiri,” ujar Sekretaris Mensesneg, Setya Utama.

Kemensetneg pun sudah membentuk Tim Transisi Pengelolaan Blok 15 Kawasan GBK untuk memanfaatkan lahan bagi kepentingan negara. Dengan langkah ini, negara secara resmi bisa mengelola Hotel Sultan, setelah hampir setengah abad pengelolaannya di tangan swasta.

Kasus ini mengingatkan publik tentang kisah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin ketika kena kibul pengusaha swasta.

PEMERINTAH AKAN KELOLA HOTEL SULTAN
Pemerintah kelola Hotel Sultan. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

Sejarah Hotel Sultan, Bermasalah Sejak Pembangunan

Melansir laporan Detik.com, hotel ini sudah bermasalah sejak Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2007, Ali mengaku mengirim surat ke Pertamina pada 1971. Surat itu berisi permohonan agar Pertamina mau membangun hotel untuk konferensi se-Asia Pasifik.

Jumlah tamu konferensi itu diperkirakan mencapai 2500 hingga 3000 orang. Sedangkan hotel di Jakarta ketika itu tidak ada yang cukup menampung seluruh tamu tersebut. 

Pertamina menjadi pilihan Ali lantaran posisinya sebagai badan usaha milik pemerintah (BUMN) dan sedang kaya-kayanya. Pada era 1970-an, pendapatan Indonesia diuntungkan dari oil boom sehingga bisa meraih cuan dari pertambangan minyak bumi.

Pria yang akrab disapa Bang Ali ini pun beranggapan pihak swasta tidak boleh membangun di kawasan GBK. Pada 1976 barulah Bang Ali mengetahui ternyata hotel tersebut bukan dibangun Pertamina, melainkan perusahaan swasta, bernama Indobuild. 

Situasi bertambah runyam karena ia memberi HGB untuk perusahaan tersebut selama 30 tahun, dari 1973 hingga 2003. “Saya baru tahu Indobuildco itu bukan Pertamina. Iya, saya tertipu,” ujarnya dalam sidang tersebut. 

Bila ditelaah, Indobuild dan Pertamina sebenarnya masih di bawah satu atap yang sama. Sebab pemimpin Indobuildco adalah Pontjo Sutowo, anak keempat dari Ibnu Sutowo yang adalah direktur utama Pertamina kala itu. Akhirnya, hotel ini tidak dikelola oleh negara, tapi oleh keluarga Sutowo. 

Terlepas dari prahara tersebut, hotel pesanan Bang Ali akhirnya berdiri di sebagian lahan GBK pada 1976 dengan nama Jakarta Hilton International. Sesuai namanya, hotel ini adalah bagian dari Hilton International Group. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...