Sejarah Hubungan PDIP dan Partai Demokrat dalam 2 Dekade Pilpres

Dzulfiqar Fathur Rahman
13 Juni 2023, 14:14
Pilpres, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya
Antara
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya bertemu di Jakarta, Minggu (11/6). Foto: Antara.

PDIP kembali mengusung Megawati sebagai calon presiden. Pada 2009, partai yang bermarkas di Jakarta Pusat itu menggandeng pendatang baru Partai Gerakan Indonesia Raya. Eks Letnan Jenderal Kopassus dan pendiri Partai Gerindra Prabowo Subianto mendampingi sebagai calon wakil presiden.

Di antara kedua kutub tersebut, Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mengusung pasangan calon Jusuf Kalla dan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Wiranto maju di Pilpres 2009.

Pada 2014, polarisasi menguat dengan pergeseran kutub ke PDIP dan Partai Gerindra. PDIP mengusung Gubernur DKI Jakarta saat itu Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden. Jusuf Kalla kembali berpartisipasi dalam Pilpres sebagai cawapres yang mendampingi mantan Walikota Surakarta itu.

Partai Demokrat lalu merapat ke koalisi yang dipimpin Partai Gerindra. Meskipun bukan pengusung, partai ini mendukung pasangan calon Prabowo dan Menteri Koordinator Perekonomian saat itu Hatta Rajasa.

Partai Demokrat daftarkan bacaleg ke KPU
Partai Demokrat daftarkan bacaleg ke KPU (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.)

Opisisi Sejak Pilpres 2014

Sejak PDIP menjadi partai yang berkuasa mulai dari 2014, Partai Demokrat cenderung mengambil posisi sebagai oposisi, termasuk di DPR. 

Dalam Pilpres 2019, Partai Demokrat mempertahankan posisinya mengusung capres-cawapres Partai Gerindra, yaitu Prabowo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. PDIP lagi-lagi memenangkan pemilihan ini dengan Jokowi sebagai presiden dan Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden.

Di DPR, Partai Demokrat kembali merapat ke grup penentang pemerintah bersama Partai Keadilan Sejahtera. Kedua partai ini membentuk oposisi yang relatif lemah karena hanya menguasai kira-kira 18% dari total kursi.

Peta politik lalu terguncang ketika pandemi Covid-19 menghantam Indonesia pada 2020. Menurut M. Prakoso Aji dari UPN Veteran Jakarta, krisis ini mendorong partai oposisi, kecuali PKS, untuk bergabung ke dalam pemerintah.

“Nuansa kedaruratan membuat konsensus politik untuk kepentingan penangangan Covid-19 lebih mudah. Hal ini karena dalam situasi pandemi, peran pemerintah dapat diperkuat serta munculnya rasa krisis yang dirasakan pemerintah maupun oposisi,” kata Prakoso dalam jurnal yang berjudul Konstelasi Politik di Tengah Pandemi: Potensi Bertambahnya Dukungan Partai Politik Bagi Pemerintah yang terbit pada 2020.

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...