Sejarah Pajak Konsumsi di Indonesia, dari PPb hingga PPN

Image title
29 Januari 2024, 20:10
PPN
Majalah Pajak
PPN

Penerapan PPe 1950 ini berlangsung singkat, hanya sembilan bulan. Penyebabnya, jenis pajak ini dianggap menimbulkan penyimpangan dan tidak berkeadilan, terutama pada sistem pemungutan bertingkat. Sebab, pungutan yang dilakukan berkali-kali dengan tidak adanya pengurangan pada setiap lajur, menyebabkan penambahan kalkulasi harga barang. Ini menjadikan beban pajak berlipat, melebihi tarif yang sebenarnya berlaku. Nah, beban inilah yang akhirnya harus dipikul oleh konsumen.

PPN
PPN (LMATS Consulting)

3. Pajak Penjualan

Setelah penerapan PPb I dan PPe 1950, Indonesia tidak langsung menerapkan sistem PPN melainkan menetapkan Pajak Penjualan (PPn). Jenis pajak ini bisa dikatakan sebagai cikal bakal PPN, karena bentuk pungutan sebelumnya masih menggunakan sistem kolonial Belanda. Dasar hukum penerapan PPn adalah Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan (UU PPn), yang berlaku mulai 1 Oktober 1951.

Dalam PPn, pungutan diterapkan atas harga barang-barang yang bukan kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu, PPn juga dikenakan atas penyerahan jasa. Namun, ada beberapa jasa seperti notaris, akuntan atau advokat, tidak dipungut PPn.

Mengutip buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai, PPn diterapkan dengan sistem pemungutan satu kali pada tingkat produsen. Namun, dalam UU PPn terdapat ketentuan yang mengatur apabila barang diolah kembali oleh produsen berikutnya, maka PPn atas penyerahan barang yang telah diolah kembali tersebut dapat dikurangkan dengan pajak yang telah disetor.

Dalam perjalanannya, PPn mengalami beberapa perubahan, mulai dari wajib pajak yang semula produsen barang diperluas ke penyedia jasa. Tarif PPn juga beberapa kali mengalami perubahan, dari awalnya menggunakan atrif umum 10% menjadi 20%. Kemudian, pada 1974 tarif PPn berubah menjadi tiga golongan, yakni 0% bagi jenis barang yang dibebaskan dari PPn. Lalu, 5% untuk barang berupa karton, kertas pembungkus, kertas tulis, kertas cetak, karbon, dan lain-lain. Terakhir, tarif 10% dikenakan pada golongan barang yang tidak termasuk dalam dua kategori pertama dan kedua.

Pemberlakuan PPn ini kemudian digantikan oleh PPN pada 1983, karena dianggap tidak lagi memungkinkan untuk dapat memenuhi kebutuhan atau menampung aktivitas ekonomi masyarakat yang terus berkembang. Selain itu, sistem PPN sendiri telah diterapkan oleh negara-negara industri dan berkembang selama satu dekade sebelumnya, sehingga memicu perlunya perubahan atas sistem perpajakan untuk konsumsi ini.

4. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN

Indonesia akhirnya memutuskan meninggalkan sistem PPn dan menerapkan PPN pada 1983. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN. Namun, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1984 (Perppu), pemerintah memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 menjadi selambat-lambatnya 1 Januari 1986.

Penangguhan dilakukan karena pemerintah melihat belum siapnya berbagai pihak untuk melaksanakan UU PPN seketika. Ketidaksiapan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan gangguan yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara.

PPN
PPN (LinkedIn 88 Office)

Dalam perjalanannya, UU PPN telah mengalami empat kali perubahan. Pertama, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku pada 1 Januari 2001.

Perubahan ketiga atas UU PPN dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku pada 1 April 2010. Perubahan terakhir atas UU PPN masuk dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP, yang disahkan pada 29 Oktober 2021.

Dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif PPN ditetapkan sebesar 11%, dan mulai berlaku pada 1 April 2022. Tarif kemudian akan naik menjadi 12%, yang mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, pemerintah memiliki kewenangan untuk menunda rencana kenaikan tarif ini. Dasarnya, adalah Pasal 7 Ayat (3) UU PPN.

Bila pemerintah memang memiliki rencana untuk menunda kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah dapat mengubah tarif dengan cara menerbitkan peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas bersama DPR.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...