Rencana IPO Mitratel Akhir November, Bagaimana Prospek Bisnis Menara?

Lavinda
Oleh Lavinda
11 Oktober 2021, 17:12
Mitratel, IPO, Telkom, ipo bumn
KATADATA/PINGIT ARIA
Dua orang anak menggunakan telepon seluler (ponsel) di dekat menara telekomunikasi (base transceiver station/BTS) USO XL Axiata di Des Aewora, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (28/10).

Di Amerika Serikat (AS), valuasi perusahaan tower bisa naik 20 kali lipat. Secara global rata-rata multipel valuasi perusahaan tower adalah 25-35 kali.

Tingginya multipel valuasi ini disebabkan dalam bisnis menara telekomunikasi berlaku skema sale and leaseback. Artinya, menara dibeli, kemudian selain digunakan sendiri juga disewakan kembali, sehingga ada potensi kenaikan.

Di Indonesia, bisnis valuasi menara telekomunikasi memang relatif rendah dibanding negara lain, yakni 16 kali. Pasalnya, menara digunakan secara eksklusif untuk internal.

Namun, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuka jalan dengan ketentuan yang memungkinkan operator telekomunikasi berbagi infrastruktur dalam penggunaan menara sehingga meningkatkan rasio kolokasi.

Menurut analisis D-Insights, hal ini membuat perusahaan menara berpotensi meraih pendapatan tambahan dari para operator telekomunikasi tanpa mengeluarkan investasi lebih untuk biaya kolokasi. Hal ini akan membuat valuasi menara telekomunikasi bisa naik lebih tinggi kalau pemerintah daerah mulai membatasi pembangunan menara.

Berdasarkan riset Citi pada September 2021 lalu disebutkan, pengalihan sebanyak 4.000 menara telekomunikasi milik Telkomsel ke Mitratel tercatat memiliki nilai aset Rp 6,2 triliun. Ini membuat jumlah menara Mitratel bertambah menjadi 28.000 menara atau setara 30% pangsa pasar, tertinggi di Indonesia.

Valuasi per menara diterjemahkan menjadi Rp 1,55 miliar, lebih rendah dibanding valuasi transaksi sebelumnya, yakni Rp 1,7 miliar per menara.

"Kami melihat bahwa tarif sewa bisa menurun. Ini juga berarti valuasi EV/EBITDA akan lebih tinggi," demikian tertulis dalam hasil riset Citi.

Berdasarkan pernyataan terbaru dari perusahaan telekomunikasi dan perusahaan penyedia sewa menara, serta menganalisis transaksi menara baru-baru ini di Indonesia, Citi memperkirakan tarif sewa menara sekitar Rp 11 miliar.

"Dengan asumsi tersebut, Citi memperkirakan valuasi menara yang dibayarkan menjadi 13x EV/EBITDA," katanya.

Meski terjadi penurunan tarif sewa, Citi menilai tingkat sewa menara Mitratel akan tinggi, karena sebelumnya hanya digunakan untuk keperluan Telkomsel, sementara ke depan akan dapat digunakan oleh operator lain.

"Dari sudut pandang pendapatan, kami melihat transaksi tersebut memiliki dampak netral karena pembayaran sewa kemungkinan akan diimbangi dengan depresiasi dan beban bunga yang lebih rendah," ujarnya.

Dengan pengalihan menara yang kurang dimanfaatkan ke Mitratel, hal ini meningkatkan potensi pertumbuhan kolokasi atau penawaran sewa menara bagi Mitratel dibanding operator menara independen.

Dengan dibukanya penyewaan menara Telkomsel, Citi menilai semakin banyak menara yang bersaing memperebutkan kolokasi. Perhatikan bahwa dengan gabungan transfer 10.500 menara dari Telkomsel ke Mitratel, pasokan menara yang dapat dibagikan telah meningkat sebesar 13% dalam satu tahun terakhir.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...