Godok RUU Perpajakan, Sri Mulyani Siapkan Insentif dan Tarif PPh

Dimas Jarot Bayu
3 September 2019, 20:23
sri mulyani
ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan isi RUU Perpajakan yang saat ini tengah disusun pemerintah. Salah satunya, tarif PPh badan akan dipangkas secara bertahap dari 25% menjadi 20% mulai 2021.

"Ini apabila wajib pajak lakukan pembetulan. Apabila dia harus lakukan koreksi karena ada penetapan, maka sanksi lebih tinggi," kata dia.

RUU ini juga akan menurunkan sanksi denda bagi wajib pajak yang tidak membuat atau tidak menyerahkan faktur pajak tepat waktu. Selama ini wajib pajak yang tidak membuat atau tidak menyerahkan faktur pajak tepat waktu dikenakan sanksi 2% dari pengenaan pajaknya.

Dalam RUU ini, sanksi akan diturunkan menjadi 1%. Sementara, RUU ini akan memberikan sanksi administrasi bagi pengusaha yang tidak melaporkan usahanya melalui pengukuhan Perusahaan Kena Pajak (PKP).

"Ini bagaimana sanksi administrasi perpajakan didesain ulang agar kepatuhan pajak jadi jauh lebih mudah dan lebih logis dibanding kalau mereka enggak patuh," ucapnya.

Kemudian, RUU ini akan memberikan relaksasi terhadap hak untuk mengkreditkan pajak masukan. Hal itu bakal diberikan khususnya kepada PKP yang selama ini hasil produksinya tidak dibukukan sebagai objek pajak.

"Berbagai pajak masukan yang selama ini tidak bisa dikreditkan, dalam RUU ini sekarang bisa dikreditkan, diklaim untuk kurangi kewajiban pajak," kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, RUU ini akan menempatkan seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu bagian. Hal ini dilakukan agar seluruh fasilitas insentif perpajakan memiliki landasan hukum dalam satu peraturan. Dengan demikian, fasilitas insentif perpajakan akan jauh lebih konsisten.

RUU ini juga memuat poin yang isinya bakal mengukuhkan perusahaan digital internasional, seperti Amazon dan Google sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, mereka nantinya bisa menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% ke Indonesia.

"Supaya tidak ada penghindaran pajak, karena mereka tahu berapa jumlah volume kegiatan ekonominya," kata dia.

(Baca: Penerimaan Pajak Hingga Juli 2019 Hanya Tumbuh 2,68%)

Lebih lanjut, RUU ini akan mengubah definisi Badan Usaha Tetap (BUT). BUT nantinya tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik, namun significant economic presence (SEP).

Menurut Sri Mulyani, perubahan definisi BUT ini dilakukan agar bisa memajaki perusahaan digital internasional yang tak memiliki BUT di Indonesia. "Tentu saja tujuannya supaya ada level playing field terhadap kegiatan digital terutama perusahaan besar yang selama ini beroperasi across border," katanya.

Sri Mulyani mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta agar pihaknya mematangkan dulu RUU ini. Kementerian Keuangan juga akan melakukan konsultasi publik terhadap RUU ini sehingga naskah akademiknya bisa segera disampaikan kepada DPR.

Halaman:
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...