Dampak Berantai Perang Dagang AS - Tiongkok terhadap Ekonomi Indonesia

Sorta Tobing
17 Mei 2019, 22:47
ekspor, neraca dagang april defisit, neraca anggaran, apbn 2019 defisit, perang dagang AS-Tiongkok
Arief Kamaludin|KATADATA

Namun, Perry melihat masih ada potensi ekspor ke India dan Spanyol. "Ekspor ke mitra dagang lain, akan mampu menopang ekonomi di luar Jawa yang ditopang ekspor komoditas," katanya.

Sri Mulyani APBN
Sri Mulyani APBN (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Defisit Neraca Anggaran Naik

Akibat perang dagang, neraca anggaran negara pun terkena dampaknya. Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada April 2019 mencapai Rp 101,04 triliun atau 0,63% dari PDB. Angkanya melebar dibandingkan April 2018 yang tercatat Rp 55,1 triliun.

Pendapatan negara pada April 2019 hanya tumbuh 0,5%. Padahal angkanya untuk periode yang sama tahun lalu mencapai 13,3%. Penerimaan pajak cuma naik 1%. Angka pertumbuhan pajak jauh berkurang karena dua tahun sebelumnya untuk periode serupa bisa mencapai dua digit. Sri Mulyani mengatakan, pelemahan ini menjadi tanda memburuknya ekonomi global.

Penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) migas mencapai Rp 22,2 triliun atau tumbuh 5,2% secara tahunan. Turunnya harga minyak dunia ke US$ 62,44 per barel pada April atau di bawah asumsi awal APBN sebesar US$ 70 per barel membuat angka penerimaan migas jadi anjlok.

Kondisi itu juga diperburuk dengan lifting (penyaluran) minyak yang hanya mencapai 735,4 ribu barel per hari hingga April, lebih rendah dari asumsi 775 ribu barel per hari. "Jadi harga minyak lebih rendah, asumsi minyak kuat, dan lifting rendah. Sektor migas terkena tiga imbas itu sehingga penerimaan sektor migas lebih rendah," ujarnya.

(Baca: Sri Mulyani: Dampak Pelemahan Global, Penerimaan Negara Cuma Naik 0,5%)

Pajak nonmigas tumbuh tipis 0,8% atau sebesar Rp 364,8 triliun. Sri Mulyani menyoroti penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) karena melambat 4,3% menjadi Rp 129,9 triliun. Perlambatan terjadi lantaran kebijakan percepatan restitusi atau pengembalian pajak. 

Dari sisi realisasi belanja negara pertumbuhannya tak jauh beda dibandingkan tahun lalu. Pada April angkanya 8,4% atau sebesar Rp 631,8 triliun. Posisi utang, menurut Sri Mulyani, masih di level aman, yaitu 29,65% dari PDB..

Pengamat pajak Yustinus Prastowo menilai, pemerintah harus mewaspadai turunnya pertumbuhan penerimaan pajak. “Sudah empat bulan berlangsung, namun trennya tahun ini menurun,” katanya.

Menurut dia, ada tiga faktor penyebab turunnya penerimaan pajak Januari-April 2019. Pertama, perlambatan ekspor yang membuat penerimaan PPN otomatis jadi rendah.

Kedua, harga komoditas yang lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Praswoto mengatakan, pemerintah perlu segera mencari strategi mengejar PPN ke nonkomoditas Terakhir, karena Pemilu 2019 yang masih berlangsung. Banyak investor asing yang masih menunggu kepastian politik Indonesia.

Dengan kondisi penerimaan pajak yang hanya tumbuh tipis, Prastowo pesimistis pertumbuhan ekonomi akan mencapai target 5,2% pada akhir tahun. “Apalagi ini sudah bulan Mei ya. Saya rasa agak berat,” tutupnya

(Baca: Menteri Darmin Waspadai Perang Dagang yang Tak Akan Cepat Selesai)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...