Deflasi Agustus 0,02 Persen, Terendah Sejak 2001

Miftah Ardhian
1 September 2016, 13:53
Angkutan umum
Arief Kamaludin|KATADATA

Secara lebih rinci, Sasmito menjelaskan bahwa penyebeb utama deflasi adalah tarif angkutan kota dengan bobot IHK 0,71 persen, sehingga andil terhadap inflasi -0,11 persen, dan perubahan harga yang turun rata-rata 11,88 persen. Kemudian, tarif angkutan udara IHK dengan bobot 1,05 persen, andil terhadap inflasi 0,06 persen, dan tarif turun rata-rata 5,48 persen.

Adapun daging ayam ras, yang bobotnya 1,26 persen, memiliki andil terhadap inflasi -0,04 persen dan mengalami penurunan harga rata-rata 3,48 persen. Lalu, Wortel, bobotnya 0,11 persen dalam IHK, berandil terhadap defalsi Agustus -0,03 persen, dan harga turun 21,61 persen karena pasokan relatif banyak baik impor atau pasokan dalam negeri. (Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi).

Dari sisi inflasi inti, Agustus 2016 mengalami inflasi sebesar 0,36 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari - Agustus) 2016 sebesar 2,24 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Agustus 2016 terhadap Agustus 2015) sebesar 3,32 persen. Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender 2016 sebesar 1,74 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 2,79 persen.

Inflasi Juli 2012 - 2016
Inflasi Juli 2012 - 2016 (Katadata)

Atas hal ini, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, faktor penyebab deflasi Agustus adalah kembali normalnya tarif transportasi setelah libur Lebaran. Hal ini menyebabkan inflasi komponen transportasi deflasi 1,02 persen dan menyumbang deflasi 0,19 persen. Selain itu, deflasi pada Agustus didorong oleh penurunan harga komponen bahan pangan setelah Lebaran, seperti daging ayam, bawang merah, beras, dan daging sapi. 

Turunnya harga komoditas pangan menyebabkan komponen bahan makan mengalami deflasi 0,68 persen dan menyumbang deflasi 0,13 persen. Penurunan harga pangan dapat terjadi karena efek la nina belum terasa di Agustus. Namun, Josua mengatakan, efek la nina dapat mulai terasa di bulan September 2016.

“Namun bisa berpotensi mendorong inflasi September mengingat dampak la nina dan curah hujan yang tinggi dapat memicu gagal panen. Sehingga pemerintah dan BI perlu berkoordinasi lagi mengantisipasi dampak la nina dengan menjaga pola distribusi barang dan jasa khususnya bahan makanan,” ujarnya. (Baca: Daya Beli Masyarakat Terjaga, Inflasi Juni 0,66 Persen).

Josua juga menjelaskan, disamping itu, masih ada tren harga minyak dunia yang masih di bawah level US$ 50 per barel yang dapat membuat pemerintah mempertahankan harga BBM domestik. Dengan demikian, risiko inflasi dari supply shock cenderung rendah. “Dengan demikian, inflasi YE 2016 diperkirakan berkisar 3,0 - 3,3 persen yoy,” ujar Josua.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...