Para Ekonom Meramal BI Belum Berani Turunkan Suku Bunga Acuan

Yura Syahrul
16 November 2015, 18:24
Bank-Indonesia_Katadata_Donang.jpg
KATADATA | Donang Wahyu

Dalam konferensi pers Badan Pusat Statistik (BPS), Senin ini, Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo juga menganggap perlunya dukungan kebijakan moneter untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Pasalnya, sejak awal tahun ini neraca dagang mencatatkan surplus namun tak berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi, perlu mendorong konsumsi rumah tangga yang berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sebaliknya, Ekonom Bank Danamon Anton Hendranata menilai BI rate belum bisa naik tahun ini karena tekanan terhadap rupiah belum mereda. Apalagi, bank sentral AS berencana menaikkan suku bunga The Fed.

Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, menurut dia, pemerintah dapat menggenjot belanja untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. “Kalau proyek pemerintah lebih lancar di kuartal IV maka bisa memberi kesempatan orang untuk punya pendapatan,” kata Anton. Selain itu, pemerintah masih punya tugas menjaga angka inflasi.

pembangunan infrastruktur
Pembangunan infrastruktur (KATADATA)

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual dan Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga berpendapat, penurunan BI rate masih berisiko besar saat ini. Ketidakpastian kenaikan Fed Rate akan berdampak terhadap kaburnya dana investor asing  sehingga mempengaruhi besaran surplus transaksi modal dan finansial serta neraca pembayaran Indonesia. “Agak bahaya kalau turun tahun ini,” imbuhnya.

Penilaiannya itu mengacu kepada neraca pembayaran kuartal III-2015 yang dirilis oleh BI pada akhir pekan lalu. Meski defisit transaksi berjalan mengecil menjadi US$ 4,01 miliar atau 1,86 persen dari produk domestik bruto (PDB), defisit neraca pembayaran membengkak 56 persen dari kuartal II-2015 menjadi US$ 4,6 miliar. Penyebabnya adalah investasi portofolio mencatatkan defisit US$ 2,21 miliar. Padahal, pada periode sama 2014 masih surplus US$ 7,4 miliar. “Defisit investasi portofolio terutama disebabkan oleh terjadinya net jual asing atas surat utang negara (SUN) dan saham domestik,” kata Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan dalam siaran pers BI, Jumat lalu (13/11).

Sementara itu, Josua memperkirakan sentimen pasar terhadap kebijakan moneter masih akan terasa hingga enam bulan ke depan. Untuk bisa menjaga kepercayaan pasar, lanjut dia, koordinasi antara pemerintah dan BI sangat dibutuhkan. Terutama dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar rupiah.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...