Kinerja Ekspor RI yang Terkerek Kebangkitan Ekonomi Tiongkok

Agustiyanti
15 Oktober 2020, 20:06
ekspor, impor, neraca perdagangan, pemulihan china, pemulihan tiongkok
123RF.com/Cheangchai Noojuntuk
Ilustrasi. Ekspor pada September naik 6,97% dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai USS$ 2,13 miliar, sedangkan impor naik 7,7% menjadi US$ 11,57 miliar.

Kepala Ekonom di Zhongyuan Bank, Wang Jun mengatakan data menunjukkan dukungan pemerintah telah meningkat ekonomi, terutama seiring epidemi mulai terkendali.

"Ini telah meningkatkan permintaan domestik, terutama permintaan yang didorong oleh investasi, yang mendukung impor," kata Wang.

Bank Sentral Tiongkok memperkirakan ekonomi pada kuartal tiga akan tumbuh lebih baik dibandingkan kuartal II yang mencapai 3,2%.

Berbagai lembaga internasional pun merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk tahun ini dalam laporan terbaru mereka dari proyeksi yang dibuat pertengahan 2020. Bank Dunia misalnya, mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari hanya tumbuh 1% menjadi 2%, IMF menaikkan dari tumbuh 0,9% menjadi 2%, sedangkan OECD memproyeksi ekonomi Tiongkok tumbuh 1,8% dari sebelumnya kontraksi 3,2%.

Prospek Surplus Hingga Akhir Tahun

Surplus neraca perdagangan Indonesia pada September menggenapi lima bulan surplus secara berturut-turut. Secara kumulatif Januari-September 2020, surplus neraca perdagangan telah mencapai US$ 13,51 miliar.

Berkat surplus besar pada neraca perdagangan, Bank Indonesia memproyeksi neraca berjalan yang telah defisit sejak 2012 surplus untuk pertama kalinya pada kuartal tiga. Neraca pembayaran juga diperkirakan akan mencatatkan surplus.

Direktur Riset Core Indonesia Pitter Abdullah menjelaskan, pertumbuhan ekspor pada September terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas, terutama CPO. Kenaikan harga tercipta berkat mulai membaiknya permintaan global karena perekonomian Tiongkok yang sudah mulai bangkit.

"Sementara pertumbuhan impor didorong oleh mulai menggeliatnya industri ketika PSBB dilonggarkan," ujarnya.

Surplus neraca perdagangan, menurut Pitter, mengindikasikan ekonomi Indonesia yang masi mampu bertahan di tengah pandemi. Surplus yang terjadi lima bulan berturut-turut membantu memperbaiki transaksi berjalan dan stabilitas nilai tukar rupiah.

"Selama pandemi masih berlangsung dan aktivitas industri terbatas, neraca perdagangan tetap berpeluang surplus," katanya.

Kepala Ekonom Bank Mandiir Andry Asmoro memperkirakan kontraksi pada impor akan kembali terjadi di tiga bulan terakhir pada tahun ini.  Meski Jakarta telah kembali menerapkan PSBB transisi dan pemerintah berencana untuk mulai memberikan vaksin Covid-19 pada November, permintaan domestik kemungkinan besar masih  lemah dan berada di bawah kondisi sebelum pandemi. 

"Ini memaksa pelaku usaha untuk tetap menunda sebagian kegiatan investasi dan produksinya," ujar Andry dalam riset yang dirilis Bank Mandiri. 

Di sisi lain, permintaan negara tujuan ekspor utama Indonesia meningkat signifikan setelah pelonggaran lockdown. Harga komoditas global menunjukkan tren yang meningkat sehingga dapat mendukung ekspor.

"Potensi risiko ekspor berasal dari kemungkinan pandemi Covid-19 gelombang kedua, yang menghambat kemajuan pemulihan global," katanya. 

Berlanjutnya kenaikan ekspor akan mempersempit defisit transaksi berjalan tahun ini. Hal ini memberikan katalis positif bagi neraca pembayaran secara keseluruhan.

Andry memperkirakan neraca berjalan akan surplus mencapai 0,7% hingga 0,8% terhadap PDB, pertama kali sejak kuartal III 2011. Sementara sepanjang tahun ini, transaksi berjalan diperkirakan defisit 1,49% terhadap, lebih rendah dibandingkan 2019 yang mencapai 2,72% terhadap PDB.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...