Harap-harap Cemas Menatap Inflasi Terendah dalam Setengah Abad

Agatha Olivia Victoria
23 Oktober 2020, 18:53
Ilustrasi
123rf
Ilustrasi

Pemerintah pada UU APBN 2020 menargetkan inflasi sebesar 3,1%. Namun seiring perkembangan Pandemi Covid-19, pemerintah mengubah target inflasi dalam APBN-P melalui Perpres 72 Tahun 2020 menjadi di rentang 2% hingga 4%.  

Presiden Joko Widodo meminta inflasi tetap berada pada titik keseimbangannya. Ia berharap, inflasi dapat dijaga agar tidak terlalu rendah meski BI telah memperkirakan inflasi berada di bawah 2% pada tahun ini.

 Jika pada kondisi normal pemerintah berupaya agar inflasi tak terlalu tinggi agar harga barang tetap terjangkau masyarakat, kini situasinya berbalik. "Kali ini kita dituntut mampu tingkatkan infllasi agar tidak terlalu rendah," kata Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2020 yang disiarkan secara virtual, Kamis (22/10).

Inflasi yang terlalu rendah, menurut Jokowi, akan membuat sektor usaha lesu. Oleh karena itu, pemerintah memberikan sejumlah stimulus untuk memastikan pelaku usaha tetap berproduksi. Hal ini juga untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran agar tidak ada tekanan pada perekonomian saat mulai pulih.

Stimulus yang telah diberikan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial (bansos) tunai, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, kartu prakerja, subsidi gaji hingga bansos produktif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bantuan tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan dan menumbuhkan pasokan yang akan berdampak pada peningkatan konsumsi rumah tangga.

Kondisi di Berbagai Negara

Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi mengatakan kemungkinan inflasi di bawah 2% pada tahun ini tak perlu dikhawatirkan. "Karena ini sifatnya sementara akibat Covid-19," kata Eric kepada Katadata.co.id.

Inflasi yang rendah, menurut dia, juga terjadi di banyak negara pada tahun ini. Sebelum pandemi, tren inflasi di negara-negara emerging market sejak tahun 2.000-an sebenarnya juga menurun. Beberapa penyebabnya, yakni perdagangan internasional yang membuat harga barang menurun karena adanya kompetisi, pembangunan infrastruktur yang menurunkan biaya rata-rata logistik, dan kebijakan moneter yang menetapkan target inflasi.

Inflasi yang rendah di Tanah Air pada tahun ini, menurut dia, terutama disebabkan oleh daya beli yang melemah pandemi Covid-19. Senada dengan emerging market lainnya, tren inflasi di Indonesia juga menurun karena faktor-faktor tersebut.

Kondisi ini berbeda dengan negara seperti Jepang yang bergulat dengan deflasi sejak bertahun-tahun lalu akibat demografi mereka yang kini didominasi penduduk usia tua. Mengutip Nikkei, Jepang mencatatkan deflasi tahunan pada komponen inti sebesar 0,3% menandai penurunan pada bulan kedua berturut-turut.

Angka tersebut menunjukkan bahwa pandemi menambah tekanan deflasi pada perekonomian Negri Sakura tersebut. Sebagian besar penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan biaya energi dan program diskon yang didanai pemerintah untuk perjalanan domestik yang bertujuan untuk mendukung pariwisata Jepang yang sakit.

Di Amerika Serikat, inflasi pada September 2002 tercatat 0,2%, menghadapi tren penurunan dari posisi Agustus 0,4% dan Juli 0,6%. Inflasi tahunan pada bulan lalu tercatat 1,4%, naik dari bulan lalu 1,3%.

Sementara itu, negeri Jiran Malaysia juga mencatatkan deflasi selama delapan bulan berturut-turut hingga September 2020. Deflasi sejak Februari hingga Agustus 2020 secara berturut juga dicatatkan Singapura.

"Inflasi akan naik kembali ketika ekonomi Indonesia mulai pulih," kata Eric.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...