Hujan Insentif di Tengah Paceklik Penerimaan Pajak

Agatha Olivia Victoria
17 Maret 2021, 11:24
penerimaan pajak, insentif pajak, shortfall pajak
123RF.com/Amnarj Tanongrattana
Ilustrasi. Pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1.229,6 triliun.

Ia pun sepakat dengan rencana pemerintah untuk memberikan insentif kepada konsumen kendaraan di atas 1.500 cc. "Akan lebih baik kalau insentif mobil baru disasar kepada masyarakat menengah ke atas," kata Piter.

Selain yang menyasar konsumsi masyarakat, pemerintah juga memberikan beragam insentif untuk mendorong investasi dan dunia usaha. Salah satu yang terbaru adalah pembebasan pajak dividen bagi investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Pemerintah juga memperpanjang beragam insentif pajak yang berlaku tahun lalu hingga pertengahan tahun ini. Insentif diberikan dalam bentuk PPh 21 dan pajak UMKM ditanggung pemerintah, PPh pasal 22 impor, angsurah PPh pasal 25,PPN terkait ekspor, dan PPh final industri jasa konstruksi.

Belanja insentif pajak antara lain dialokasikan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional mencapai Rp 53,86 triliun. Namun, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pernah menyebut, belanja pajak tak hanya terbatas pada alokasi dalam PEN.

Sulit Capai Target Penerimaan

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiaji mengatakan kondisi ekonomi dan beragam insentif pajak yang diberikan pemerintah membuat kekurangan penerimaan atau shortfall pajak tidak bisa dihindari pada tahun ini. Meski demikian, ia memperkirakan pemerintah akan tetap menjaga defisit anggaran sesuai target 5,7% dari produk domestik bruto (PDB).

Menurut dia, strategi Ditjen Pajak saat ini dalam mengejar target penerimaan negara sebetulnya sudah cukup baik. Strategi tersebut, yakni upaya optimalisasi kepatuhan wajib pajak high wealth individual (HWI), penerimaan dari sektor digital, serta penggalian potensi dari sektor-sektor yang relatif memiliki daya tahan di tengah pandemi.

"Namun masih terdapat beberapa catatan," kata Bawono kepada Katadata.co.id, Selasa (16/3).

Terkait optimalisasi kepatuhan HWI, Bawono menyebutkan, terdapat tantangan yang terletak pada bagaimana mengoptimalkan informasi mengenai profil HWI seperti data keuangan, informasi pengendalian perusahaan, dan sebagainya. Sedangkan untuk pemajakan atas digital, konsensus pajak digital global diharapkan bisa membuka ruang optimalisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari perusahaan digital lintas yurisdiksi.

Selain itu, menurut dia, upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan pajak dalam ekosistem digital dalam negeri perlu didorong. "Bisa melalui terobosan berbasis administrasi, semisal adanya kerjasama dengan platform digital dalam negeri untuk melakukan rekapitulasi data transaksi atau adanya mekanisme withholding tax," katanya.

 Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar mengatakan penerimaan pajak pada awal tahun memang sangat rendah karena masyarakat belum melakukan kegiatan secara normal. "Tetapi, secara bulanan sebenarnya sudah ada perbaikan dalam penerimaan pajak kita," kata Fajri kepada Katadata.co.id.

Ia memperkirakan defisit APBN tahun ini akan di bawah 5,7%. Hal tersebut karena kondisi ekonomi tahun ini sudah lebih baik dari tahun lalu. Perekonomian RI kemungkinan tumbuh di kisaran 4%, lebih tinggi dari tahun 2020 yang minus 2,07%.

"Tapi tidak akan jauh dari perkiraan pemerintah," ujarnya.

Kendati demikian, Fajry tak menampik penerimaan pajak pada bulan pertama tahun ini masih bias jika dibandingkan secara tahunan. Ini karena pada awal tahun lalu kegiatan masyarakat masih berlangsung normal.

Ia pun menyarankan pemerintah agar bisa fokus memberi dukungan bagi dunia usaha. Optimalisasi penerimaan masih terlalu riskan dampaknya bagi ekonomi maupun secara politik.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...