Rupiah Berpotensi Menguat Berkat Membaiknya Sentimen Pasar

Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis 0,002% ke level Rp 14.505 per dolar Amerika Serikat pada perdagangan di pasar spot hari ini. Rupiah berpotensi menguat seiring membaiknya sentimen para pelaku pasar uang terhadap aset-aset berisiko, terlihat dari menguatnya indeks saham global.
Mengutip Bloomberg, rupiah bergerak menguat dari posisi pembukaan ke Rp 14.498 per dolar AS. Namun, posisi tesebut masih lebih lemah dari penutupan kemarin Rp 14.492 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia bergerak menguat terhadap dolar AS. Dolar Singapura menguat 0,07%, dolar Taiwan 0,01%, won Korea Selatan 0,14%, rupee India 0,08%, yuan Tiongkok 0,14% dan bath Thailand 0,12%. Sementara itu, yen Jepang dan peso Filipina kompak melemah, masing-masing 0,01% dan 0,24%, dan dolar Hongkong masih stagnan.
Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, rupiah hari ini berpotensi bergerak di level Rp 14.470 - Rp 14.500 per dolar AS dengan kecenderungan menguat. Proyeksi ini dipengaruhi oleh membaiknya sentimen pelaku pasar keuangan global terhadap aset-aset beresiko.
"Indeks saham global sebagai aset berisiko terlihat menguat. Pasar melihat perbaikan performa perusahaan di kuartal kedua sehingga keluar dari dolar AS dan masuk ke aset berisiko." ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa, (13/7).
Bursa saham Wall Street tadi malam berakhir di Zona Hijau. Indeks Dow Jones naik 0,36% atau 1,5% dalam satu bulan terakhir, S&P 500 naik 0,35% atau 3,23% dalam satu bulan terakhir, dan Nasdaq naik 0,21% atau 4,72% sebulan terakhir. Bursa saham Asia juga terkerek pagi ini dengan Nikkei naik 0,78%, Kospi 0,9%, Hang Seng 1,62%. IHSG pada perdagangan pagi ini juga dibuka naik di posisi 6,097, tetapi bergerak melemah ke level 6.069 hingga pukul 10.00 WIB.
Selain didorong oleh membaiknya bursa saham global, menurut Ariston penguatan rupiah juga ditopang oleh adanya kebijakan bank sentral Tiongkok (PBOC) yang baru saja memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan sebanyak 50 bps. Ariston mengatakan keputusan ini turut mempengaruhi likuiditas di pasar keuangan.
Dikutip dari Reuters, PBOC memutuskan memangkas GMW sebagai upaya mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi China yang dianggap mulai kehilangan momentum. Penurunan GWM ini membuat PBOC juga memangkas jumlah ketentuan cadangan uang tunai yang harus dimiliki bank, yaitu dengan melepas 1 triliun Yuan dalam likuiditas jangka panjang.
Keputusan ini bukan yang pertama kali. Tiongkok sempat memangkas GMW perbankan pada bulan April tahun lalu saat perekonomian Negeri Panda tersebut masih terpuruk akibat gelombang pertama Covid-19.
Selain sentimen dari PBoC, menurut Ariston, rupiah akan dipengruhi oleh langkah bank sentral AS yang saat ini ttengah mempertimbangkan untuk mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter lebih lama.
Sementara dari dalam negeri, kekhawatiran terhadap penyebaran virus Covid-19 varian Delta masih jadi momok bagi pergerakan rupiah. Kurs dolar AS berpeluang menjegal laju penguatan rupiah seiring pemberlakuan PPKM Darurat yang akan mengintervensi pertumbuhan ekonomi.
"Kasus covid-19 baru yang terus menanjak terutama di Indonesia yang terus mencetak telor baru menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Pertumbuhan ekonomi bisa terganggu bila ppkm diperpanjang." kata Ariston.
Jumlah kasus positif kembali mencetak rekor pada Senin (12/7) mencapai 40.427 orang sehingga total terdapat 2.567.630 kasus terkonfirmasi. Kasus sembuh juga mencetak rekor mencapai 34.754 pasien, tetapi terdapat 891 kasus pada periode yang sama. Sementara kasus aktif masih mencatatkan kenaikan sehingga total mencapai 380.797 kasus.