Bank Dunia Soroti Lambatnya Pemulihan Ekonomi Negara Miskin
Ketidakseimbangan pemulihan ekonomi juga terlihat dari meningkatnya kemiskinan ekstrem yang sebagian besar berasal dari negara miskin. Bank Dunia memperkirakan dampak pandemi terhadap kenaikan angka kemiskinan ekstrim akan jauh lebih buruk dibandingkan yang terjadi saat krisis keuangan Asia tahun 1997-1998. Sebelum pandemi, sekitar 635 juta orang diproyeksikan hidup dalam kemiskinan ekstrim, dan pada tahun 2020, setelah terjadinya pandemi proyeksi jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 732 juta.
"Peningkatan kemiskinan ini kemungkinan akan berlanjut karena akses yang tidak setara ke vaksin dan kemungkinan gelombang pandemi di masa depan menimbulkan hambatan bagi pemulihan," kata Bank Dunia.
Satu dari lima orang miskin akibat pandemi pada tahun 2021 diperkirakan tinggal di negara-negara miskin, yang merupakan 9% dari populasi dunia. Selain itu, lebih dari 90% dari mereka yang dianggap penduduk miskin baru akibat Covid-19 berada di negara-negara miskin dan pendapatan menengah ke bawah.
Dengan risiko berlanjutnya kenaikan jumlah penduduk miskin ekstrim tersebut, Bank Dunia pesimistis negara-negara dunia tidak bisa mencapai targetnya menghilangkan kemiskinan ekstrem pada tahun 2030. Untuk mencapai target kemiskinan ekstrem hanya 3% pada tahun 2030, negara-negara dunia harus bisa mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita 8% per tahun, yang artinya harus lima kali lebih tinggi dari pertumbuhan normal negara-negara sub-Sahara Afrika.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan negara miskin bisa tumbuh cukup kuat 5,3% pada tahun ini dan semakin kuat di 5,5% pada tahun depan. Ini lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan negara maju di 3,9% tahun ini dan melambat di 2,6% pada tahun depan.