Keseimbangan Primer APBN Surplus Pertama Kali Sejak 2012, Apa Artinya?
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai surplus keseimbangan primer terjadi karena target belanja pada 2023 lebih rendah dibandingkan 2022. Pemerintah melakukan penyesuaian pos-pos belanja yang sifatnya temporer untuk kebutuhan pandemi covid-19.
“Di saat yang bersamaan, penerimaan negara ternyata tidak begitu jelek. Pertumbuhan dari sektor pajak maupun nonpajak itu dapat membiayai segala kebutuhan belanja yang direncanakan di sepanjang tahun 2023,” ujarnya.
Mengapa APBN masih bisa defisit saat pendapatan primer surplus?
Meski keseimbangan primer surplus, APBN 2023 masih mencatatkan defisit sebesar Rp 347,6 triliun. Menurut Yusuf, hal ini terjadi karena penerimaan negara tak cukup jika digunakan untuk belanja negara yang mencakup pembayaran bunga utang.
“Sebenarnya kondisi ini juga semakin mempertegas bahwa bunga utang perlu menjadi perhatian tersendiri mengingat hal tersebut yang menjadikan faktor defisit pada APBN,” ujarnya.
Ia pun menilai, pemerintah harus memperhatikan belanja pembayaran bunga utang saat menarik utang baru. Ia mencontohkan, pemerintah perlu melakukan penyesuaian penarikan utang ketika tren suku bunga tinggi.
“Agar di kemudian hari penarikan utang ini tidak bermuara terhadap penambahan jumlah bunga utang yang besar untuk dibayarkan pemerintah nantinya,” ujar Yusuf.
Adapun pemerintah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp 407 triliun. Realisasi ini anjlok dibandingkan rencana awal yang mencapai Rp 696,3 triliun maupun revisinya dalam Perpres 75/2023 sebesar Rp 421,2 triliun. Realisasi pembiayaan ini turun 41,5% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 696 triliun.