Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.000/US$, Ini Antisipasi Bank Indonesia

Ferrika Lukmana Sari
29 Januari 2024, 17:32
Rupiah
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Gedung Bank Indonesia (BI), Jalan M. H Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).

Seperti diketahui, rupiah ditutup menguat tipis sebesar 0,03% menjadi Rp 15.820 per Dollar AS pada sesi Jumat (26/1). Pendorong utamanya, karena sinyal beragam dari indikator perekonomian AS, yang diikuti meredanya sentimen ketidapastian politik di Indonesia.

Pekan lalu, Rupiah terdepresiasi atau penurunan sebesar 1,30% karena meningkatnya ketidakpastian politik menjelang pemilu 2024 pada Februari 2024. Tren penurunan kinerja rupiah ini juga diikuti obligasi rupiah.

"Obligasi bertenor rendah seperti tenor 5 tahun dan 10 tahun mencatat tren penurunan yield, sedangkan tenor panjang cenderung stagnan," kata Josua.

Volume perdagangan obligasi pemerintah mencatat rata-rata Rp 15,70 triliun pada minggu lalu, lebih rendah dibandingkan volume minggu sebelumnya sebesar Rp 16,97 triliun. Kepemilikan asing pada obligasi rupiah naik Rp 0,15 triliun menjadi Rp 849 triliun atau 14,89% dari total beredar pada 25-Januari 2024.

Pasar dan Ekonomi Global

Indeks Harga PCE atau deflator PCE menyiratkan tekanan inflasi dari komponen-komponen inti mereda lebih cepat dari yang diantisipasi, sehingga meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga agresif oleh The Fed pada tahun ini.

Di tengah perlambatan inflasi, US Personal Spending atau belanja konsumsi warga AS pada Desember 2023 meningkat sebesar 0,7% secara bulanan (mom), lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 0,4% (mom), mencerminkan permintaan konsumen yang kuat di AS.

Pada akhir sesi hari Jumat (26/1), Dollar Index turun 0,14% menjadi 103,43, namun yield US Treasury (UST) 10 tahun naik 2 bps menjadi 4,14%. Minggu lalu, Dollar Index naik 0,14% wtw karena aksi jual besar-besaran di pasar obligasi global, dan data PDB yang lebih kuat dari perkiraan.

US Dollar Indez merupakan angka indeks yang merefleksikan sekaligus mengukur kekuatan mata yang US dolar terhadap enam mata yang utama dunia lainnya.

"Dolar AS diperdagangkan beragam terhadap mata uang G-10, terutama karena sinyal beragam dari data ekonomi AS. Dolar AS diperdagangkan lebih lemah terhadap Euro dan Franc Swiss, namun menguat terhadap Sterling, Dolar Australia, dan Yen Jepang," kata Josua.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...