Konsumsi Rumah Tangga Melambat di 2023, Ini Penyebabnya

 Zahwa Madjid
6 Februari 2024, 17:42
Konsumsi rumah tangga
ANTARA FOTO/Cahya Sari/sgd/foc.
Warga melintas di samping rak berisi minuman berpemanis di salah satu toko retail, Jakarta, Kamis (14/12/2023). Hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan 58 persen dari 800 responden mendukung wacana pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak yang meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibandingkan tahun 2010.
Button AI Summarize

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat konsumsi rumah tangga tumbuh pada kuartal IV 2023 cenderung melambat dan hanya tumbuh 4,47% secara tahunan (yoy). Sementara pada kuartal III 2023 tumbuh 5,05% yoy, dan kuartal IV 2022 naik sebesar 4,5% yoy. 

Ketua Plt BPS, Amalia Adininggar mengatakan, perlambatan konsumsi rumah tangga berasal dari pengeluaran kelompok menengah atas yang turun. Hal ini tercermin dari indikator perlambatan pertumbuhan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPnBM). 

“Jumlah penumpang angkutan udara melambat, serta penjualan mobil penumpang yang tidak setinggi tahun lalu tak menyumbang sebanyak tahun lalu,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/2).

Namun terdapat peningkatan dari sisi investasi finansial. Seperti simpanan berjangka yang mengalami penguatan. Dengan begitu, ada pergeseran pola konsumsi ke investasi.

Normalisasi Harga Komoditas

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengatakan, perlambatan konsumsi rumah tangga pada 2023 disebabkan oleh beberapa hal.

Salah satunya, normalisasi harga komoditas setelah terjadi lonjakan harga atau commodity boom pada tahun 2022 yang meningkatkan pendapatan dan belanja masyarakat. “Normalisasi harga komoditas tentu ini menjadi penurunan atau perlambatan di tahun 2023,” ujar Riefky kepada Katadata.co.id, Selasa (6/2).

Selain itu, kondisi domestik dan global yang masih banyak ketidakpastian dan juga perlambatan permintaan global pun mendorong turunnya performa ekspor. Menurunnya ekspor akan berdampak pada penurunan pendapatan di domestik, sehingga daya beli masyarakat melambat.

“Kemudian adanya ketidakpastian dari sisi pemilu ini juga mendorong masyarakat menahan konsumsi,” ujarnya.

Kenaikan Suku Bunga dan Perluasan Pajak

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menyebut beberapa faktor yang menahan pertumbuhan konsumsi swasta antara lain pelemahan harga komoditas global.

Kemudian kenaikan suku bunga akibat kebijakan moneter yang mengetat, rencana perluasan basis pajak, dan pertumbuhan upah riil yang lebih rendah dibandingkan inflasi. Pelemahan harga komoditas tahun ini berpotensi melemahkan pertumbuhan konsumsi swasta pada 2024.

Per tahun ini saja, pertumbuhan upah riil sektor pertambangan sudah terkontraksi 2% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor pertambangan sendiri menyerap 1,2% dari 52,69 juta pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...