Iuran Tapera Dinilai Belum Efektif Atasi Kekurangan Rumah di Indonesia

Ferrika Lukmana Sari
29 Mei 2024, 17:18
Tapera
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Foto udara sebuah kompleks perumahan yang sedang dibangun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan sebanyak 230 ribu unit rumah subsidi dengan total anggaran sebesar Rp30,38 triliun pada 2023 yang disalurkan melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Button AI Summarize

Sejumlah ekonom menilai pemberlakukan potongan 3% gaji karyawan untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai belum efektif mengatasi masalah kekurangan rumah bagi masyarakat atau backlog perumahan di Indonesia.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai aturan kewajiban iuran Tapera sudah berjalan dari tahun 2018 atau dua tahun setelah UU Tapera terbit, namun sejak implementasi, belum terbukti menyelesaikan masalah backlog perumahan.

"Namun apakah sudah menyelesaikan masalah backlog perumahan? Nyatanya backlog perumahan masih terlampau tinggi. Bahkan Bank BTN sampai disuntik PMN (Penyertaan Modal Negara) jumbo pada tahun 2023 untuk membantu kepemilikan rumah,” kata Nailul kepada Katadata.co.id, Rabu (29/5).

Menurut Nailul, sebenarnya tujuan awal dari kewajiban iuran Tapera menjadi salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR).

Kendati dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), tujuan aturan itu dinilai masih belum jelas antara investasi atau arisan kepemilikan rumah.

Dalam beleid Tapera, dana yang dikumpulkan dari peserta dikelola ke dalam beberapa portofolio investasi, yaitu deposito, surat utang pemerintah, surat berharga dan investasi lain.

Dalam beleid tersebut juga disebutkan bahwa peserta berhak menerima informasi dari manajer investasi tentang dana dan hasil dari dana kita. "Apakah kita diberitahukan setiap bulan di mana posisi kekayaan kita?," kata dia.

Nailul menyampaikan dengan posisi SBN sebesar 45% dari total dana yang dikelola BP Tapera, mudah bagi pemerintah untuk menerbitkan SBN karena bisa dibeli oleh badan pemerintah termasuk BP Tapera yang memakai uang masyarakat.

"Ingat, suku bunga BI atau BI rate sudah naik yang artinya deposito lebih menguntungkan dibandingkan SBN. Pemerintah ingin menaikkan bunga SBN, yang jadi beban utang. Ketika swasta enggan investasi di SBN, badan pemerintah jadi solusinya," ujarnya.

Selain itu, manfaat bagi peserta yang tidak mengambil program Tapera dinilai akan sangat minim. Peserta yang tidak ambil rumah pertama, karena preferensi atau sudah punya rumah, justru dirugikan apabila tingkat pengembalian tidak optimal.

Menurut Nailul, seharusnya dengan uang yang diambil untuk iuran Tapera bisa digunakan untuk investasi sendiri, namun digunakan untuk iuran Tapera yang dinilai tidak optimal. "Bahkan imbal hasilnya lebih rendah dibandingkan laju inflasi. Jadi ada opportunity cost yang hilang," kata Nailul.

Akibat kebijakan tersebut, ada konsumsi yang hilang karena sebagian pendapatan disetorkan ke negara lewat Tapera. Yang pada akhirnya konsumsi akan tertekan, berpengaruh ke PDB dan pertumbuhan ekonomi akan terbatas.

Seharusnya Bersifat Opsional

Tak berbeda, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti juga menilai kewajiban iuran Tapera sebagai sesuatu yang tidak tepat terutama bagi masyarakat yang sudah punya rumah.

"Seharusnya opsional saja, jangan jadi kewajiban. Artinya, bisa ikut Tapera tapi jika tidak mau tidak apa-apa. Karena kebutuhan orang berbeda-beda," kata dia.

Dengan bersifat opsional, maka iuran bisa dialihkan ke pinjaman jangka panjang untuk KPR. Misalnya, kredit dengan tenor 30 tahun bagi pegawai pasangan muda yang ingin memiliki rumah pertama.

Seperti diketahui, pemerintah mewajibkan semua pekerja baik pegawai swasta, PNS, TNI hingga Polri untuk membayar iuran simpanan Tapera sebesar 3% dari gaji yang akan dihimpun dan diatur oleh Menteri Tenaga Kerja.

Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Aturan ini ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024.

Nantinya, para pemberi kerja mendaftarkan para pekerjanya kepada BP Tapera paling lama tujuh tahun sejak berlaku PP 25/20 pada 20 Mei 2020. Artinya, pendaftaran kepesertaan mulai dilakukan pada 2027.

Tapera adalah program pembiayaan yang membantu para pekerja memiliki rumah layak dan terjangkau melalui mekanisme tabungan dan pembiayaan yang terstruktur serta berkelanjutan.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...