Rupiah Menguat Rp 16.390 per dolar AS, Pasar Waspadai Data Ekonomi AS
Nilai tukar rupiah berpeluang menguat seiring dengan peningkatan proyeksi penurunan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Namun pelaku pasar masih harus mewaspadai data ekonomi AS.
Berdasarkan data Google Finance, rupiah menguat Rp 16.390 per dolar AS pada perdagangan Rabu pagi pukul 09.53 WIB. Nilai rupiah menguat 8.00 poin atau 0,04%.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana memperkirakan penguatan rupiah pada level Rp 16.290 - Rp 16.390 per dolar AS karena peluang penurunan suku bunga The Fed makin besar.
"Hal ini seiring dengan pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell terkait adanya kemajuan disinflasi atau perlambatan laju inflasi harga," kata Fikri kepada Katadata.co.id, Rabu (3/7).
Selain itu, peluang penguatan rupiah karena risiko politik di Prancis mulai mereda. Sehingga, bisa mendorong investor mengalihkan investasinya ke instrumen dengan return tinggi atau disebut dengan risk on.
Menurut Fikri, kondisi ini juga ditunjang dengan premi risiko Indonesia yang masih stabil dan tercermin pada Credit Default Swap (CDS) 5 tahun di kisaran 71-72 dalam dua hari terakhir.
Analis Mata Uang Lukman Leong juga melihat peluang penguatan rupiah secara terbatas pada kisaran Rp 16.300 - Rp 16.400 per dolar AS karena data tenaga kerja Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLT) lebih kuat dari perkiraan.
"Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yg melemah setelah pidato Kepala The Fed Powell yang relatif lebih dovish," ujarnya.
Peluang Pelemahan Rupiah
Berbeda dengan dua analis lain, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra justru peluang pelemahan rupiah pada hari ini masih terbuka lebar, karena The Fed memberi sinyal tidak ingin buru-buru menurunkan suku bunga.
"Meskipun Ketua The Fed Powell melihat penurunan inflasi di AS. The Fed masih akan memastikan bahwa inflasi AS benar-benar turun lewat data-data ekonomi AS yang akan dirilis ke depannya," kata Ariston.
Selain itu, rilia data lowongan pekerjaan AS untuk bulan Mei ternyata lebih besar dari ekspektasi pasar yaitu 8,14 juta berbanding 7,96 juta. Yang artinya, kondisi ketenagakerjaan AS masih bagus dan berpeluang mendorong inflasi AS.
Tak hanya itu, menurut Ariston, pelaku pasar masih mewaspadai data tenaga kerja AS dan notulen rapat kebijakan moneter AS, yang bisa mendorong penguatan dolar AS jika hasilnya mendukung kenaikan inflasi AS.
"Potensi pelemahan hari ini ke arah Rp 16.450 per dolar AS dengan potensi support di Rp 16.350 per dolar AS," ucapnya.