Belanja Pemerintah Melambat pada Kuartal II 2024, Ini Penjelasan Kemenkeu

Rahayu Subekti
7 Agustus 2024, 08:36
belanja, kementerian keuangan, apbn
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu berbicara pada sesi Midterm Review Plenary 1 dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/5/2022).
Button AI Summarize

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat ada perlambatan pertumbuhan belanja pemerintah pada kuartal II 2024. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan alasan melambatnya belanja pada periode tersebut.

Febrio menjelaskan, belanja pemerintah yang hanya tumbuh 1,42% pada kuartal II 2024 diakibatkan berbagai belanja pemerintah seperti pembayaran gaji ke-13 dan tunjangan hari raya atau THR pada yang terjadi kada kuratal I 2024.

“Tahun lalu untuk gaji ke-13 dan THR jatuhnya di kuartal II 2023. Kalau tahun ini jatuhnya di sekitar kuartal I 2024. Jadi itu yang membedakan sehingga kuartal II lebih kecil,” kaya Febrio saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Selasa (6/8). 

Febrio menjelaskan pertumbuhan belanja pemerintah pada kuartal I 2024 sangat tinggi. Dia mengatakan basis penghitungannya memang berbeda karena pada kuartal I 2023, belanja pemerintah relatif rendah dibandingkan kuartal I 2024. 

Meskipun begitu, Febrio menergaskan dalam keseluruhan sepanjang 2024, dipastikan belanja pemerintah sesuai dengan APBN. Untuk itu, Febrio menilai tidak ada lagi yang perlu digenjot dari belanja pemerintah pada sisa 2024 ini. 

“Karema belanja kita untuk tahun ini kalau dilihat sesuai dengan laporan semester, outlook kita sekitar Rp 87 triliun di atas APBN," katanya.

Dia menjelaskan, penambahan belanja pemerintah juga dipengaruhi dengan perkembangan nilai tukar rupiah yang kini melonjak di atas Rp 16.000 per dolar AS. Sementara besaran rupiah dalam APBN 2024 dipatok sebesar Rp 15.000 per dolar AS. 

“Sehingga perbedaan Rp 1.000 itu sudah mencerminkan perubahan belanja khususnya dari subsidi dan kompensasi yang akan meningkat sekitar Ro 60 triliun hingga Rp 70 triliun,” ujar Febrio.

Sebelumnya, BPS melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh positif secara tahunan sebesar 5,05% secara tahunan. Konsumsi rumah tangga masih jadi kontributor terbesar, disusul oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dan ekspor.

Sementara belanja pemerintah hanya memberikan andil sebesar 7,31% terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB. Capaian belanja pemerintah tersebut hanya tumbuh 1,42%.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...