Dikabarkan Berisi 44 Menteri, Kabinet Prabowo Berisiko Bebani APBN
Jumlah kementerian pada susunan kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto dipastikan akan bertambah dibandingkan era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beredar kabar Prabowo bakal membentuk 44 kementerian dari jumlah saat ini 34.
Penambahan jumlah kementerian itu dikhawatirkan bisa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mempersulit birokrasi. Karena pemerintah perlu mengalokasikan anggaran tambahan untuk infrastruktur hingga gaji pegawai.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakaan susunan kabinet yang making bertambah akan berdampak buruk kepada anggaran yang dimiliki pemerintah.
“Terlalu gemuk kabinetnya ya. Ini akan meningkatkan pengeluaran rutin,” kata Esther kepada Katadata.co.id, Jumat (13/9).
Dengan ruang fiskal yang makin sempit pada 2025, seharusnya belanja modal atau pembangunan bisa lebih rendah dibandingkan belanja rutin. Apalagi, perekonomian saat ini masih belum stabil.
Dengan begitu, menambah jumlah kementerian di saat ekonomi sedang tidak stabil dianggap tidak bijak. Seharusnya, kata Esther, pemerintah bisa lebih banyak mengalokasikan ke program prioritas yang berdampak jangka panjang.
“Harusnya kabinet Prabowo bisa lebih ramping karena ekonomi nasional sedang sulit,” ujar Esther.
Bisa Bebani Anggaran Negara
Ekonom Center of reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai penambahan kementerian tersebut bisa berdampak signifikan terhadap anggaran pemerintah. Karena biaya pembentukan infrastruktur, peralatan, dan penggajian pegawai ikut bertambah. “Semua ini dapat membebani anggaran negara,”kata Yusuf.
Belum lagi, setiap kementerian baru akan membutuhkan anggaran operasional untuk menjalankan tugasnya. Jika tidak dikelola dengan baik, penambahan kementerian juga berisiko tumpang tindih dengan kewenangan antarlembaga.
“Kalau tumpang tindih ini terjadi, maka dapat memperlambat pengambilan keputusan dan meningkatkan biaya operasional karena duplikasi fungsi,” ujar Yusuf.
Perlu Perkuat Perencanaan Anggaran
Untuk mengantisipasi pembengkakan anggaran, Yusuf menyarankan pemerintah untuk memperkuat perencanaan anggaran yang lebih ketat. Selain itu juga memastikan penambahan kementerian didasarkan pada kebutuhan yang jelas, bukan sekadar pembagian kekuasaan.
Selain itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan anggaran. “Ini termasuk memastikan bahwa kementerian baru tidak menumpuk anggaran hingga akhir tahun atau menggunakan anggaran secara tidak efektif,” kata Yusuf.
Di sisi lain, intergtasi teknologi dan perencanaan anggaran berbasis hasil juga bisa menjadi solusi. Hal itu dilakukan untuk memastikan dana yang dikeluarkan benar-benar berkontribusi pada pencapaian target pembangunan dan meningkatkan kualitas layanan publik.
Antisipasi Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan dipastikan telah mengantisipasi adanya penambahan jumlah kementerian pada era pemerintahan Prabowo. Keleluasaan untuk menambah kementerian tertulis dalam Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara yang akan dibawa ke rapat Paripurna DPR.
“Kemenkeu sudah koordinasi dan harmonisasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” kata Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (11/9).
Pembahasan dengan Kementerian PANRB juga sudah memasukan teknis dari program Prabowo. Hanya saja, Thomas belum bisa menjelaskan secara detail ketentuan teknis penambahan kementerian tersebut.
Dia menuturkan, saat ini proses masih terus berlanjut dengan pihak terkait. “Kalau nggak salah, Minggu depan DPR akan menentukan. Jadi kita tunggu saja,” ujar Thomas.
Saat ini pemerintahan Jokowi memiliki 34 kementerian. Prabowo berencana menambah jumlah kementerian baru pada masa pemerintahannya, seperti Kementerian Perumahan.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Perdagangan sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan jumlah menteri akan bertambah di dalam kabinet pemerintahan Prabowo.
Namun, Zulkifli belum mengetahui jumlah pastinya. “Penambahan iya. Mungkin sekitar itu (jadi 44 menteri)," kata Zulhas di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (9/9).