Bappenas Soroti Kebocoran Uang Negara Akibat Korupsi hingga Tambang Ilegal
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy menyatakan, kebocoran keuangan negara terjadi di dalam semua lapisan dan bidang.
“Kebocoran itu bisa dari berbagai sisi. Kebocoran dari penerimaan, kebocoran dari pengeluaran, dan kebocoran dari inefisiensi, dan ini terjadi dalam semua lapisan dan juga terjadi di semua bidang,” ujarnya dalam acara Peluncuran Whistle Blowing System (WBS) 2.0 di Jakarta, Jumat (13/12).
Pertama, kebocoran uang disebabkan penerimaan negara belum optimal karena rasio pajak Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sekitar 10%, jauh di bawah negara seperti Malaysia dan Thailand yang sudah di atas 15%.
Selanjutnya kebocoran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di atas 30% yang telah berlangsung selama 30 tahun. Sumber utama dari kebocoran APBN adalah korupsi yang melibatkan pengusaha, birokrasi, legislatif, hingga penegak hukum.
"Berdasarkan data Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi atau Perception Corruption Index Indonesia tahun 2023 skornya masih 34 dari 100 dan ini berada di peringkat 115 dari 180 negara," kata Rachmat.
Menurut Rachmat, indikator korupsi dan indeks persepsi korupsi sejalan dengan prestasi Indonesia di banyak segi.
Kerugian Akibat Tambang Ilegal dan Judi Online
Kemudian, ada potensi kerugian negara dari penambangan ilegal yang diperkirakan mencapai Rp 105 triliun per tahun. Bahkan kerugian ekonomi akibat judi online mencapai Rp 900 triliun pada tahun 2024.
“Kebocoran masih ditambah lagi karena belanja-belanja yang tidak pas. Mulai dari belanja negara sampai belanja rumah tangga, belanja rumah tangga sampai belanja individu, dan belanja individu terjadi pada hal-hal yang seharusnya sudah dilarang," ujarnya.
Selain itu, ada masalah belanja narkoba yang sudah menjadi bagian dari kebocoran dan tak terpisahkan. Oleh karena itu, Bappenas mendorong adanya solusi atas kebocoran ini.