Cina Operasikan PLTU Shanghaimiao 1.000 MW, dari Total 4.000 MW
Cina baru saja mengoperasikan unit pertama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Shanghaimiao berkapasitas 1.000 megawatt (MW) dari total 4.000 MW yang saat ini masih dalam proses pembangunan.
PLTU yang dioperasikan anak perusahaan pelat merah China Energy Investment Corporation, yakni Guodian Power Shanghaimiao Corporation, akan menjadi PLTU berkapasitas terbesar di Negeri Panda.
“Teknologi yang digunakan pada pembangkit listrik ini merupakan yang paling efisien di dunia dengan tingkat konsumsi batu bara dan air yang rendah,” klaim perusahaan seperti dikutip dari Reuters, Rabu (29/12).
PLTU ini berlokasi di Ordos, di wilayah barat laut Mongolia Dalam yang kaya akan batu bara. Nantinya listrik yang dihasilkan akan disalurkan ke provinsi Shandong di pesisir timur Cina melalui jaringan tegangan ultra tinggi jarak jauh.
Pemerintah Cina sebenarnya telah berkomitmen untuk mengurangi kapasitas pembangkit listrik batu bara untuk menjadi negara netral karbon pada 2060. Meski demikian pemerintahan Xi Jinping juga menegaskan bahwa rencana pengurangan tersebut baru akan dimulai setelah 2025.
Dalam empat tahun ke depan, Cina berencana untuk menambah kapasitas PLTU batu bara secara signifikan untuk memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat. Apalagi krisis energi listrik yang melanda Cina tahun ini belum sepenuhnya teratasi. Simak databoks berikut:
Menurut laporan China’s State Grid Corp, pemerintah Cina berencana membangun pembangkit listrik batu bara dengan kapasitas 150 gigawatt (GW) sampai akhir 2025. Sehingga total kapasitas PLTU Cina akan mencapai 1.230 GW, atau lebih dari separuh kapasitas pembangkit listrik batu bara dunia.
Sebelumnya Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahwa jumlah listrik yang dihasilkan dari pembangkit batu bara meningkat 9% di seluruh dunia tahun ini, dan kemungkinan akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada tahun 2022.
Peningkatan ini terjadi setelah dua tahun penurunan produksi listrik PLTU imbas turunnya permintaan global yang disebabkan berbagai kebijakan pembatasan pandemi Covid-19. Juga karena beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris yang mengurangi pembangkit listrik tenaga batu bara dalam beberapa tahun terakhir.
Cina Belum akan Tinggalkan PLTU Batu Bara
Krisis energi di Cina menyebabkan mengalami pemadaman listrik, sebagian karena berkurangnya produksi listrik dari pembangkit energi terbarukan tenaga angin, serta kekurangan pasokan batu bara yang membuat harganya melambung.
Beberapa pejabat utilitas Cina mengatakan upaya dekarbonisasi terhambat oleh kurangnya modal untuk membiayai peningkatan pengendalian polusi di pembangkit listrik batu bara mereka.
“Pembangkit listrik tenaga batu bara harus ditingkatkan dan dipasang kembali, tapi dari mana uangnya?” kata Wakil Penasihat Umum di China Huadian Corp., Chen Zongfa.
Dia menambahkan bahwa perusahaannya, dan perusahaan lain, merasakan dampak negatif dari kenaikan harga batu bara, serta harga listrik yang diatur yang memangkas keuntungan. Dia juga mempertanyakan penutupan PLTU di Cina selama beberapa tahun terakhir, yang dilakukan di tengah kenaikan permintaan listrik.
“Sejak 2007, 294 GW kapasitas PLTU batu bara telah dihapuskan. Masuk akal untuk menghapus secara bertahap kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara yang berlebihan. Namun, apakah perlu untuk menghapus begitu besar? Apakah mereka dihapus dengan cara yang benar?” kata Chen pada sebuah forum.
Meski demikian, Cina juga menjadi yang terdepan di dunia dalam hal pembangkitan listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan. Hingga Oktober 2021, Cina memiliki kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin dan surya sebesar 581 GW.
Namun pemerintah Cina juga menegaskan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara masih menjadi prioritas untuk memastikan pasokan listrik yang andal. Hal ini lantaran sifat intermitten pembangkit listrik energi terbarukan.
“Suka tidak suka, kami masih belum bisa menyingkirkan PLTU dalam waktu dekat, karena kami membutuhkannya untuk menjamin ketahanan energi. Namun kami akan menargetkan untuk memenuhi janji iklim tepat waktu,” kata konsultan senior di China Electric Power Planning & Engineering Institute, Xu Xiaodong.
Berdasarkan data Bloomberg New Energy Finance (BNEF), 11 negara G20, termasuk Cina dan Indonesia, akan membangun PLTU batu bara berkapasitas 396 GW. Cina berkontribusi terbesar dari rencana ini. Simak databoks berikut: