Pemangkasan Subsidi Energi Fosil Jadi Kunci Transisi EBT
Pemangkasan subsidi energi fosil dinilai menjadi kunci untuk melakukan transisi energi menuju penggunaan sumber energi baru terbarukan (EBT).
Direktorat Bioenergy Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Edi Wibowo mengatakan pemerintah tengah berupaya dalam proses transisi pengguaan bahan bakar fosil menuju energi terbarukan. Indonesia memiliki target nol emisi karbon.
Adapun upaya tersebut sudah dilakukan dengan memperluas transisi energi yang rendah emisi dan integrasi energi terbarukan dengan harapan mengurangi pengeluaran negara untuk subsidi bahan bakar fosil.
Jika energi terbarukan mulai berkembang di Indonesia, Langkah selajutnya adalah mengurangi subisidi bahan bakar fosil dengan harapan membuat posisi harga energi terbarukan mampu bersaing dengan harga energi fosil.
“Subsidi fosil dihilangkan, maka energi terbarukan akan semakin murah. Subsidi solar dulu cukup besar, sekarang hanya Rp 500 per liter. Lalu muncul biodiesel. Kita bisa kok untuk kurangi subsidi energi fosil,” ujarnya dalam webinar 'Fossil Fuel Subsidy Reform at the G20: How To Achieve the Post-Pandemic Recovery', Rabu (16/3)
Indonesia sebetulnya sudah mulai melangkah ke transisi energi dengan pemanfaatan B30, yakni campuran energi biodiesel yang barasal dari minyak sawit dan solar.
Sejumlah upaya pengembangan energi terbarukan di Indonesia dilakukan dengan membangun sumber-sumber EBT seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), air, arus laut, dan angin atau bayu, serta baterai. “Nantinya adanya pemasok energi terbarukan seperti PLTP akan menggantikan PLTU,” kata Edi.
Lebih lanjut, kata Edi, dalam proyeksi transisi energi periode 2031 sampai 2040, pemakaian energi rumah tangga seperti kompor gas secara bertahap akan diganti dengan kompor induksi yang terhubung dengan arus listrik rumah.
Selanjutnya, diperkirakan sebanyak 12,3 juta mobi dan 105 juta motor menggunakan energi listrik dan baterai. Guna merealisasikan hal tersebut, diperlukan kerjasama berbagai pihak seperti para pelaku usaha dan pemerintah. Hal ini terutama pada soal pendanaan.
“Salah satu pendanaan yang berjalan tidak hanya dari APBN. Mungkin malah dari masyarakat dan dari konsep dari bisnis untuk bisnis, seperti dari sawit untuk sawit di energi biodiesel. Model pendanaan ini kami dorong untuk yang lain ya,” sambungnya
Hal serupa juga dikatakan oleh Aldo Ravazzi, Chief Economist Ministry of Ecological Transition of Italy. Dia mengatakan bahwa langkah awal untuk melakukan transisi energi yakni dengan mengurangi subisidi bahan bakar fosil dan dibarengi dengan peluncuran energi terbarukan yang harganya terjangkau oleh masyarakat.
“Kita punya masalah yang sama. Di Italia subisidi harus tepat sasaran yang menyasar pada masyarakat kurang mampu dan rentan. Baik itu subsidi dalam transportasi, jaminnan sosial, termasuk energi,” kata Ravazzi.
Dia menambahkan, Indonesia seyogyanya menjadi pelopor dalam transisi energi global seiring Presidensi G20 di mana Indonesia mampu mendorong agenda pengalihkan subsidi energi fosil ke subisidi untuk transisi energi yang tentunya membutuhkan pengadaan finansial yang besar dan kesepakan kebijakan politik dunia.
“Presidensi G20 memungkinkan adanya dialog antarnegara. Di sana, dunia bisa bicara tentang transisi energi dan perubahan iklim. Pengurangan dan pengalihan subsidi energi fosil dapat mendorong inovasi dan investasi di bidang teknologi untuk menuju pada transisi energi,” tukasnya.