Manuver PTBA Hadapi Transisi Energi: PLTS hingga Gasifikasi Batu Bara

Muhamad Fajar Riyandanu
13 Desember 2022, 14:01
ptba, bukit asam, transisi energi, plts, gasifikasi batu bara
www.ptba.co.id
Alat berat beroperasi di tambang batu bara PT Bukit Asam Tbk.

PT Bukit Asam atau PTBA memiliki sejumlah manuver untuk menyambut era transisi energi di Indonesia. Perusahaan tambang pelat merah ini menjajaki sejumlah pengembangan proyek energi baru dan terbarukan (EBT), mulai dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) hingga gasifikasi batu bara.

Sebagai perusahaan yang bergerak di industri energi fosil batu bara, manuver tersebut dinilai penting untuk mempertahankan eksistensi bisnis perseroan di masa transisi energi, utamanya pada sektor usaha dagang dan penyediaan energi.

VP Pengembangan Hilirisasi PTBA Setiadi Wicaksono mengatakan, perusahaan kini terjun pada bisnis penyediaan energi baru dan terbarukan lewat pemasangan PLTS dan pengembangan industri gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether atau DME di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Setiadi menyebut, proyek DME diproyeksikan sebagai alternatif pengadaan gas bumi yang dicairkan atau liquefied petroleum gas (LPG). Proyek ini akan menghabiskan 6 juta ton batu bara berkalori rendah 4.200 per tahun untuk diolah menjadi DME.

Adapun pengolahan 6 juta ton batu bara dapat menghasilkan DME sebesar 1,4 juta ton. Selain itu, pabrik tersebut juga akan memproduksi methanol sebanyak 2,1 juta ton per tahun dan syngas atau gas sintetis sebesar 4,5 juta kN/m3 per tahun.

"Kami harap pengadaan DME bisa mengurangi subsidi atau impor LPG oleh pemerintah yang nilainya cukup besar," kata Setiadi dalam agenda bertajuk 'Energy & Mining Editor Society Outlook Sektor ESDM 2023' pada Selasa (13/12).

Langkah perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis itu merupakan salah satu sikap persuhaan dalam menyikapi proyeksi penurunan permintaan batu bara yang kian menuruan di tahun-tahun mendatang.

Sejauh ini PTBA telah aktif mengembangkan bisnis EBT berupa aplikasi PLTS di sejumlah lahan pasca tambang yang terletak di Ombilin, Sumatera Barat dengan kapasitas 200 mega watt (MW) yang berdiri di lahan seluas 224 hektare.

Kemudian ada PLTS lahan pasca tambang di Tanjung Enim, Sumatera Selatan berkapasitas 200 MW yang dibangun di area seluas 201 hektare serta PLTS lahan paska tambang di Bantuas, Kalimantan Timur berkapasitas 30 MW. PLTS tersebut didirikan di area bekas lahan tambang seluas 30 hektar.

"Potensinya mencapai sekitar 430 MW, di sana fase studi kelayakan dan tentunya harus disampaikan ke PLN. Mudah-mudahan ada respons baik," ujar Setiadi.

Selain membangun PLTS di wilayah bekas tambang, PTBA juga mendirikan PLTS di fasilitas publik lewat kerja sama antar lembaga seperti pengadaan PLTS Atap di Bandara Soekarno Hatta bersama PT Angkasa Pura 2 dan pengadaan PLTS Jalan Tol Bali Mandara bersama PT Jasa Marga.

Lebih lanjut, kata Setiadi, perusahaan juga bakal mengajukan usulan bisnis pengadaan kawasan industri terintegrasi untuk bisis berbasis kimia di Tanjung Enim yang diberi nama 'Bukit Asam Coal-Based Industrial Estate'.

"Kami juga bangun sentra industri berbasis hilirisasi dan energi di Tanjung Enim. Diharapkan kami memperoleh kawasan ekonomi khusus sehingga ada insentif-insentif yang diberikan pemerintah kepada investor yang menanamkan modalnya di sana," kata Setiadi.

Optimasi bisnis eksisting

Meskipun mulai beradaptasi pada isu transisi energi, PTBA tetap melakukan optimasi operasional eksisting dengan peningkatan daya logistik dan optimasi angkutan batu bara. Alasannya, perseroan masih memiliki cadangan batu bara sebanyak 3 miliar ton dengan tingkat produksi 35 juta ton per tahun.

Adapun optimasi angkutan baru bara yang dimaksud adalah meningkatkan kapasitas angkutan batu bara yang semula berada di 32 juta ton per tahun menjadi 72 juta ton per tahun pada 2027. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan ekploitasi batu bara sebelum menuju pada nol emisi bersih 2060.

"Kami menggunakan moda transportasi KAI dengan kapasitas angkutan 32 juta ton per tahun. Batu bara yang dihasilkan di Tanjung Enim untuk mendukung domestik maupun ke ekspor," ujarnya. "Ini cadangan batu bara-nya banyak sekali dan sebagai BUMN tidak menyianyiakan sumber daya ini ditimbun saja di tanah."

Untuk optimalisasi cadangan batu bara, PTBA juga akan segera mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulut tambang Sumsel-8 atau PLTU Tanjung Lalang di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

PLTU Tanjung Lalang berkapasitas 2x620 megawat (MW) bakal membutuhkan suplai batu bara 5,4 juta ton per tahun dengan nilai proyek mencapai US$ 1,68 miliar atau sekitar Rp 24 triliun.

PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35.000 MW yang dibangun PTBA melalui PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) sebagai Independent Power Producer atau IPP yang merupakan perusahaan merupakan konsorsium dengan Cina Huardian Company Limited.

HBAP mendapat fasilitas pinjaman dari China Export Import (CEXIM) Bank senilai US$ 1,26 miliar atau sekitar Rp 17 triliun. Pembiayaan yang diberikan CEXIM untuk proyek PLTU Sumsel-8 ini merupakan salah satu bentuk kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok.

Nilai pinjaman CEXIM ini mencapai 75% dari kebutuhan pendanaan proyek. Bukit Asam dan China Huadian akan memenuhi 25% sisanya atau sekitar US$ 420 juta melalui setoran modal.

HBAP dan PLN menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) pada 2014 namun diamendemen pada 19 Oktober 2017. Perubahan alokasi listrik yang diproduksi PLTU tersebut yang semula untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa atau Java Grid dialihkan ke Sumatra. Pasalnya, kebutuhan listrik di Jawa telah tercukupi.

"Kami sudah mencoba untuk integrasi dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel-8, saat ini sudah 97% dan diharapkan bisa beroperasi komersial pada tahun depan," ujar Setiadi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...