"Klaim data jagung Kementan ini sama seperti yang terjadi dalam kebijakan impor beras," kata sumber tersebut di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Impor Jagung dan Gandum

Keputusan membuka keran impor jagung berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin Menteri Koordintor Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, awal November lalu. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri BUMN Rini Soemarno hadir dalam rapat tersebut. Ada pula Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Budi Waseso, dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.

Meski demikian, Darmin seolah tidak mau disalahkan dalam memutuskan kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan impor ini sebenarnya permintaan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Dia pun sempat menanyakan alasan Amran mengusulkan impor di tengah surplus produksi. Jawabannya, untuk membantu para peternak kecil yang kesulitan mendapatkan pasokan jagung dan harganya tak terjangkau.

“Produksi jagung itu kewenangan Menteri Pertanian. Peternakan ayam termasuk petelur itu juga kewenangan Mentan. Mereka yang paling tahu, kalau dia usulkan ini perlu impor, kami juga tanya. katanya surplus?" ujarnya di Jakarta (7/11).

Amran mengusulkan impor jagung demi menjaga populasi peternak rakyat yang terancam tidak mendapat pasokan karena harganya tinggi. Saat ini harga jagung melambung hingga Rp 5 ribu per kilogram, lebih tinggi dari harga acuan konsumen yang telah diatur pemerintah sebesar Rp 4 ribu per kilogram. Kenaikan harga jagung untuk pakan ternak dikhawatirkan bisa berdampak pada kenaikan harga ayam dan telur ayam.

Surplus produksi ternyata tidak bisa menjamin harga jagung stabil. Faktanya, harga jagung lokal naik, bahkan melebihi harga internasional. Makanya, Kementan mengusulkan impor untuk menjaga harga komoditas tersebut, khususnya bagi peternak kecil.

(Baca: Harga Jagung Naik, Harga Pakan Ternak Berpotensi Melonjak)

Harga Jagung

Sejak 2016, pabrik pakan ternak melakukan upaya rasionalisasi agar produksinya bisa lebih murah. Caranya dengan mencampurkan gandum dari luar negeri, sebagai subtitusi sebagian jagung. Namun, pelemahan rupiah tahun ini membuat impor gandum menjadi mahal, sehingga mereka kembali menggunakan jagung lokal. Ini terlihat dari izin impor gandum untuk pakan ternak sebanyak 200 ribu ton tidak direalisasikan.

Dampak pengalihan gandum impor ini membuat produksi jagung nasional diborong oleh pabrikan pakan besar. Dampaknya, peternak kecil mandiri kesulitan mendapatkan pasokan jagung dari petani. Kebutuhan jagung untuk peternak kecil ini rata-rata 220 ribu ton per bulan.

Amran menjelaskan pada pertengahan Oktober hingga awal November 2018, ketersediaan jagung bagi peternak kecil berkurang dan harganya naik tak terjangkau. Banyak peternak kecil yang tak mendapatkan jagung karena kalah bersaing dengan para pengusaha besar yang telah membeli jagung milik petani sebelum panen selesai (ijon).

Para peternak ini pun protes, sehingga Kementan mengusulkan impor jagung sebanyak 50-100 ribu ton.  "Selain memperhatikan petani, kami harus peduli terhadap 2 juta peternak yang butuh jagung untuk pakan," kata Amran, Kamis (8/11).

Dia memastikan jagung impor hanya akan didistrubusikan kepada peternak kecil untuk menjaga harga. Apabila harganya sudah turun, jagung impor akan disimpan dan tidak dikeluarkan ke pasar. Perum Bulog yang ditugaskan mengimpor mengatakan sebagian jagung yang didatangkan dari Argentina dan Brasil akan tiba di Indonesia bulan depan. Total 100 ribu jagung dikirim dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 70 ribu ton dan tahap kedua sebanyak 30 ribu ton.

(Baca: Distribusi Jagung Impor Akan Diprioritaskan ke Pulau Jawa)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement