Pemerintah sekarang memasang target ambisius lagi dengan porsi 48% untuk pembangkit energi bersih dalam RUPTL 2021-2029. Masalahnya sekarang, rencana umum itu tak kunjung beres. Pada akhir Desember lalu, dalam catatan Katadata.co.id, Kementerian ESDM telah menerima drafnya dari PLN.

Rida mengatakan penyusunan acuan tersebut masih berlangsung. “Di RUPTL ini kami berkomitmen tetap pada Perjanjian Paris. Salah satunya, bauran energi baru terbarukan 23% pada 2025,” ucapnya pada 13 Januari 2021.

Perjanjian Paris merupakan kesepakatan 195 negara pada 2015 untuk menahan laju kenaikan suhu bumi tak melebihi 2 derajat Celcius. Upaya ini sebagai cara untuk menahan laju perubahan iklim dan pemanasan global.

Pemerintah saat itu terus melakukan diskusi dengan PLN terkait draf RUPTL setebal 841 halaman tersebut. Menteri ESDM Arifin Tasrif disebut memberikan beberapa perbaikan. “Sudah menuju ke arah selesai,” ujar Rida.

Targetnya, RUPTL 2021-2030 dapat rampung pada akhir Januari. Namun, ternyata tak terpenuhi.

Di bulan berikutnya, tanda-tanda rampung pun tak terlihat. Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengatakan telah melakukan evaluasi dan mengembalikan draf rencana usaha itu ke PLN untuk diperbaiki. 

Tenggat penyelesaiannya adalah pertengahan Februari. “Evaluasi, lalu masuk substansi," kata Jisman pada 2 Februari 2021. Lagi-lagi, target itu meleset. 

Proses Pembangunan PLTA Jatigede
Proses Pembangunan PLTA Jatigede (Katadata)

Draf RUPTL 2021-2030

Katadata.co.id memperoleh susunan draf RUPTL yang telah rampung pada Maret lalu. Di dalamnya tertulis tambahan kapasitas pembangkit listrik selama satu dekade ke depan bakal terkoreksi. Pada RUPTL 2019-2018 angkanya 56.395 megawatt (MW). Nah, dalam draf RUPTL 2021-2030 turun menjadi 40.904 megawatt. 

Tambahan kapasitas pembangkit terbesar berasal dari energi terbarukan, sebesar 16,1 ribu megawatt. Disusul, PLTU 15,9 ribu megawatt. Kemudian, pembangkit gas 7,5 megawatt.  

Terdapat pula rencana pembangkit base, yaitu campuran pembangkit listrik EBT dengan gas. Karakteristik dan nilai keekonomiannya disebut tak kalah saing dengan PLTU. Total rencana kapasitas pembangkit ini sampai 2030 adalah 1.110 megawatt atau setara 2,7%. 

Yang turun pula adalah proyeksi permintaan listrik karena pandemi Covid-19. Pada RUPLT sebelumnya, rata-rata pertumbuhannya di 6,4% per tahun. Dalam draf terbaru menjadi 4,9% per tahun.

Angka dalam drat tersebut juga jauh dari angka rata-rata konsumsi listrik dalam rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) 2019-2038 yang sebesar 6,9% per tahun. Begitu pula dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-204, yang angkanya di 6,4% per tahun.

Tidak semua proyek pembangkit yang tertera dalam RPJMN 2020-2024 terakomodasi pada RUPLT 2021-2030. Dalam draf RUPTL terbaru, ada tambahan 104 proyek pembangkit listrik baru yang didominasi pembangkit energi terbarukan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, tertundanya pengesahan RUPTL menyebabkan terganggungnya persiapan proyek. “Khususnya yang harus melakukan lelang di 2021 dan 2022,” katanya. 

Rencana pemerintah untuk meningkatkan porsi pembangkit energi baru terbarukan sudah baik. “Seharusnya lebih banyak PLTU dan pembangkit fosil yang dikurangi,” ucap Fabby. “Setelah 2025, tidak ada lagi pembangkit batu bara baru.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement