Data Kementerian BUMN menunjukkan, Indonesia menguasai 30% cadangan nikel dunia, salah satu bahan baku utama baterai EV. Jumlahnya setara dengan 21 juta ton. Negara kepulauan ini juga memiliki 1,2 miliar ton aluminium, 51 juta ton tembaga, dan 43 juta ton mangan.

Kekayaan alam Indonesia menambah optimisme guna membangun industri baterai EV dan kendaraannya. Pemerintah menjadikannya sebagai tumpuan program prioritas pemerintah.

Kehadiran induk usaha itu akan membentuk entitas rantai pasok produksi dari hulu hingga hilir. “Indonesia ditargetkan menajdi pemasok baterai EV pada 2025,” kata Arifin pada 23 Juni 2021.  

Sedangkan untuk smelter, Indonesia menargetkan pembangunan 53 pabrik pemurnian dan pengolahan hingga 2024. Realisasinya saat ini baru 19 smelter yang didominasi pengolahan nikel.

Arifin menyebut pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempercepat program hilirisasi minerba. Selain pembatasan ekspor, ada pula insentif dan pemberlakukan perizinan online terpadu atau online single submission (OSS). 

Untuk masalah lingkungan, pemerintah mendorong para pengusaha melakukan industri berkelanjutan. Caranya dengan efisiensi energi, pengurangan emisi gas rumah kaca, pengelolaan limbah, dan peningkatan produktivitas.

Tantangan Hilirisasi Mineral Pertambangan

Para pengamat berpendapat, Indonesia masih memiliki kendala dalam melakukan proyek hilirisasi. Salah satunya, kebutuhan dana yang besar dan jangka waktu investasi yang panjang. Belum lagi dampak lingkungannya yang butuh perhatian khusus. 

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendi Manilet mencontohkan, untuk industri baterai kendaraan listrik masih butuh perjalanan panjang. Produk turunan bijih nikel yang diproduksi di smelter saat ini masih didnominasi FeNi (ferro nickel), NPI (nickel pig iron), dan nickel matte

Ketiganya berasal dari saprolite nickel alias bijih nikel berkadar tinggi dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja nirkarat atau stainless steel. “Sedangkan untuk baterai listrik, yang dibutuhkan adalah turunan limonite nickel (bijih nikel berkadar rendah),” katanya. 

Di sisi lain, hilirisasi membutuhkan investasi dan teknologi. Indonesia masih memiliki problem di keduanya. “Nilai ICOR negara ini tinggi karena rendahnya kesiapan teknologi dan kapasitas inovasi dalam memanfaatkan investasi yang masuk,” ujar Yusuf. 

ICOR atau incremental capital-output ratio merupakan rasio investasi alias modal terhadap hasil yang diperoleh. Semakin tinggi angkanya berarti investasi yang masuk masih tidak efisiensi. Per 2018, ICOR Indonesia berada di angka 6,3 atau lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang di 4,3. 

Kondisi tersebut juga menjadi pertimbangan investor untuk masuk proyek hilirisasi. Pemerintah perlu membangun iklim investasi yang lebih baik, sehat, dan efisien. 

Karena itu dengan situasi sekarang, melepas ekspor komoditas bahan mentah tidak akan terjadi dalam waktu singkat. “Larangan ekspor bahan mentah hanya awal yang harus diikuti investasi di industri pengolahan,” ujar Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra. 

Untuk mendorong hilirisasi, pemerintah harus memberi insentif pajak dan kelonggaran perizinan. Hal ini akan menarik investor untuk masuk dalam hilirisasi komoditas. Lalu, dengan kerja sama antara pemerintah, perusahaan lokal, dan investasi asing, transfer teknologi dapat berjalan lebih cepat. 

Yusuf berpendapat, proyek hilirisasi sejauh ini telah berjalan dengan baik, terutama nikel. Setahun terakhir, sejak larangan ekspor, terjadi peningkatan investasi pada produk mineral ini. “Khususnya di Sulawesi dan Maluku,” ucapnya. 

Lalu, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Omnibus law ini diperkirakan akan semakin mempermudah dunia usaha. Yusuf menyebut kemudahannya termasuk soal pendirian badan usaha, proses imigrasi, paten, dan ketersediaan bahan baku.

Namun, UU Ciptaker juga dapat berdampak buruk bagi alam. “Upaya menggenjot hilirisasi harus memperhatikan dampak potensi kerusakan lingkungannya,” ujarnya. 

Penyumbang bahan: Amartya Kejora (Magang)

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement