Menilik data Kementerian ESDM, hingga akhir 2021 energi fosil memang masih mendominasi bauran energi nasional dengan porsi 88,5 %.  Padahal menurut Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, sektor energi menyumbang ⅔ dari total emisi global. 

Sementara itu, laporan World Resource Institute menunjukkan Indonesia ada di peringkat ke-8 sebagai negara penyetor emisi terbesar di dunia.

Indonesia bukan tanpa upaya melakukan transisi menuju energi bersih. Di atas kertas, pemerintah menargetkan bauran EBT mencapai 23 % pada 2025 atau naik dua kali lipat dari kondisi saat ini. Secara pararel, pemerintah juga ingin mengurangi emisi hingga 29 % di 2030.

Direktur Pembinaan Program Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan pemerintah telah berkomitmen menyediakan energi bersih setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Selain menyediakan pembangkit yang bersumber dari EBT, pemerintah telah memperkenalkan Clean Coal Technology (CCT) dan mendorong pembangkit variable renewable energy (VRE) seperti pembangkit tenaga angin 

Inovasi CCT, meskipun bukan tanpa kontroversi, diklaim membuat batu bara bisa menghasilkan energi lebih besar dengan tingkat emisi dan polutan yang lebih sedikit. Skema ini mengacu pada serangkaian teknologi untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih efisien. Salah satu contohnya dengan mengubah batu bara menjadi gas yang dianggap lebih efisien dan ramah lingkungan. 

Indonesia memang punya mimpi besar mendorong transisi energi. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan pemerintah menargetkan pembangkit EBT bisa bertambah sekitar 11 Gigawatt pada 2025, dengan kontribusi paling besar berasal dari PLTS yang mencapai 3,9 GW. Selain itu, ada juga PLTA sebanyak 3,1 GW, PLTP sebesar 1,4 GW, PLTM/MH sebanyak 1,05 GW, dan biomassa 0,55 GW, dan PLT angin sebesar 0,53 GW. 

“Saat ini pemerintah sedang menyusun Peraturan Menteri terkait pemanfaatan biomassa untuk campuran Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang dimiliki oleh PT PLN,” kata Dadan kepada Katadata

Kendati demikian, sejumlah pihak menilai perkembangan target implementasi EBT menuju 23 % bauran di 2025 justru menghadapi banyak tantangan. Menurut catatan IESR, hingga September 2021 total kapasitas terpasang EBT hanya mencapai 10.827 MW atau bertambah sekitar 400 MW. 

Padahal, untuk mencapai target di 2025 dibutuhkan setidaknya 2 GW-3 GW penambahan kapasitas energi terbarukan setiap tahun. Sedangkan agar sesuai dengan Persetujuan Paris, dibutuhkan setidaknya 11 GW-13 GW pembangkit EBT untuk mendekarbonisasi sistem energi di Indonesia.

Executive Director IESR Fabby Tumiwa menilai pemanfaatan energi surya pun terbilang tidak signifikan, hanya meningkat 18 MW yang didominasi PLTS atap. Angka ini terbilang kecil jika menghitung kebutuhan 10 GW-11 GW PLTS atap setiap tahun untuk mendorong bebas emisi pada 2045 di sektor ketenagalistrikan.

Fabby juga menyoroti adopsi kendaraan listrik yang masih jauh dari target. Penjualan kendaraan listrik di bawah 1 % dari total penjualan kendaraan. Hanya sekitar 2.000 mobil listrik dan 5.000 mobil listrik sepeda motor terdaftar, sementara total mobil dan sepeda motor listrik perlu mencapai 1,7 juta dan 100 juta pada tahun 2030.

“Pemerintah harus fokus memperkuat komitmen politik dan memperbaiki kualitas regulasi untuk meningkatkan daya tarik investasi,” kata Fabby, saat meluncurkan laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2O22, Januari silam. 

Di sisi lain, pemerintah sejatinya sudah merancang sejumlah inisiatif untuk mendorong transisi energi. Ini misalnya menaikkan porsi baruan EBT menjadi 51% dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Selain itu, sebanyak 9,2 GW PLTU batu bara juga bakal dipensiunkan.

Namun menurut Fabby, upaya tersebut belum cukup ambisius untuk mencapai netral karbon di pertengahan abad ini. “Kebijakan energi di Indonesia juga belum memberikan rasa aman bagi pengembang untuk berinvestasi di energi terbarukan,” Fabby menambahkan. 

Infografik_Warga negara G20 mana penghasil emisi karbon terbesar
Infografik_Warga negara G20 mana penghasil emisi karbon terbesar (Katadata/ Pretty Juliasari)
 

Butuh Uluran Tangan

Rencana mempensiunkan PLTU memang tidak semudah yang dibayangkan. Dirjen EBTKE Dadan Kusdiana menyebutkan PLTU akan dipensiunkan di akhir umur ekonomisnya. “Dapat dipensiunkan lebih cepat jika ada bantuan dari negara maju atau lembaga keuangan,” kata Dadan. 

Dadan bahkan menyatakan hingga 2025 belum akan ada PLTU yang dipensiunkan dini. Kendati demikian, pemerintah tengah mengkaji beberapa pembangkit seperti PLTU Celukan Bawang, PLTU Adipala, dan PLTU Pacitan untuk diganti dengan pembangkit EBT. 

Salah satu kendala rencana mempensiunkan PLTU memang terkait dengan pendanaan. Menurut Dadan, transisi energi membutuhkan dana hingga US$ 1 triliun untuk pembangkit dan US$ 135 miliar untuk transisi hingga 2060. 

Salah satu lembaga yang sudah berkomitmen mendukung transisi energi di Indonesia adalah Asian Development Bank (ADB). Kementerian keuangan juga sudah meluncurkan kerja sama dengan lembaga ini pada November 2021 untuk menerapkan Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM). 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan transisi menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan perlu dilakukan tanpa membebani keuangan negara. Untuk melakukannya, diperlukan kombinasi antara menurunkan ketergantungan terhadap pembangkit listrik bertenaga batu bara, dan dalam waktu bersamaan membangun energi alternatif yang lebih hijau. 

Skema ETM yang ditawarkan ADB merupakan suatu bentuk pembiayaan campuran (blended finance) yang dirancang untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik bertenaga batu bara dan membuka investasi untuk energi bersih. ADB sedang menganalisis kelayakan implementasi ETM terhadap beberapa PLTU di Indonesia, setelah melalui tahapan studi pra-kelayakan.

“Hingga saat ini mekanisme ETM masih dalam proses pembahasan di Kementerian Keuangan,” kata Dadan. 

Penyumbang Bahan: Jonathan Vincent

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora

Edisi khusus ini merupakan kerja sama Katadata dengan Institute for Climate and Sustainable Cities dan Asia Comms Lab untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

ICSC x Asia Comms Lab x Katadata
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement