“Ini juga perlu dipersiapkan pemerintah,” ujarnya.

Indonesia akan kehilangan bonus demografi pada 2038 dan memasuki era populasi menua. Pada 2045, struktur demografi akan bergeser, di mana jumlah penduduk non-produktif atau berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun akan meningkat secara substansial. 

Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman mengatakan, penduduk yang semakin menua akan menjadi beban bagi negara jika tak dipersiapkan dengan baik. Saat ini, dana pensiun publik di Indonesia masih sangat rendah. Jumlahnya hanya 2,73 % PDB jika menghitung dana pensiun publik di bawah BPJS Tenaga Kerja. Padahal di Malaysia, dana pensiun publik mencapai 51,42 %.

Dana pensiun yang berada di bawah BPJS Tenaga Kerja, Taspen, dan Asabri, jumlahnya juga baru mencapai 4,79 % terhadap PDB. Sementara jika ditambah dana pensiun swasta, angkanya menjadi 6,88 % terhadap PDB. 

“Problem saat ini bukan hanya PNS, tetapi profil penduduk tua kita yang akan bertambah sangat besar dalam dua puluh tahun ke depan,” ujarnya. 

Ia mengatakan, proporsi dana pensiun secara keseluruhan yang masih kecil akan menjadi beban yang sangat besar di masa depan. Jika pemerintah sudah menganggap pembayaran pensiun PNS mulai membebani APBN, bagaimana nantinya Indonesia memasuki populasi tua atau aging population tanpa persiapan yang matang. 

Menurut Ibrahim, ada dua faktor yang menjadi penyumbang rendahnya penetrasi dana pensiun di Indonesia. Faktor pertama adalah rendahnya partisipasi dari tenaga kerja Indonesia pada program dana pensiun.

Dari total 128,5 juta pekerja di Indonesia, hanya 50,7 juta yang bekerja di sektor formal. Sementara itu, hanya ada 20,6 juta pekerja formal yang memiliki tabungan pensiunan dari BPJS Tenaga kerja, Taspen, dan Asabri dan 200 ribu pekerja informal yang memiliki akses pada program Jaminan Hari Tua (JHT).

Faktor kedua yakni rendahnya tingkat persentase kontribusi wajib dari total pendapatan pekerja, baik yang berasal dari pekerja maupun pemberi kerja. Di Indonesia, total kontribusi wajib dana pensiun publik di BPJS TK hanya 8,7 % dari total pendapatan pekerja. Sedangkan di lembaga lainnya, yakni Taspen dan Asabri masing-masing sebesar 8 %.

Total kontribusi tersebut, menurut riset IFG, masih jauh di bawah negara-negara Asia dengan rata-rata tingkat kontribusi 16,32 %. Di ASEAN sendiri, tingkat kontribusi wajib Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan Filipina  yang mencapai 11 %, Vietnam 22 %, Brunei 17 %, dan hanya lebih tinggi dibandingkan Thailand sebesar 6 %.

Menurut Ibrahim, ada dua hal yang dapat menjadi fokus kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penetrasi dana pensiun di Indonesia. Pertama, mendorong transformasi sektor informal menjadi formal untuk meningkatan cankupan partisipasi tenaga kerja di dana pensiun.

“Pekerja informal ini dapat menjadi kunci untuk mencapai potensi dana pensiun publik yang lebih besar,” ujarnya. 

Ibrahim berharap implementasi dari Undang-Undang Cipta Kerja dapat mendorong formalisasi  dari banyak sektor informal, terutama pada sektor swasta.

Sementara fokus kedua dari kebijakan yang dapat ditempuh pemerintah adalah mendorong skema wajib untuk dana pensiun. Dana pensiun swasta saat ini masih banyak dalam bentuk skema sukarela.

Transformasi skema sukarela menjadi skema wajib berpontesi meningkatkan kontribusi dana pensiun sektor swasta. Saat ini hanya sekitar 40 % tenaga kerja formal berpartisipasi di dana pensiun. 

“Dana pensiun yang besar ini dapat dimanfaatkan untuk pembangunan, terutama infrastruktur yang membutuhkan pendanaan-pendanaan jangka panjang,” katanya.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement