Kami Tak Mau Nama Pimpinan Rusak karena Opini Disclaimer

Pingit Aria
17 Juni 2017, 11:00
M Yusuf
news.kkp.go.id

Selain itu, 101 unit kapal sedang dalam proses pengiriman, 29 unit sudah jadi namun belum dikirimkan, dan 31 unit masih dalam tahap pengerjaan di galangan. Ada pula 5 kapal yang hanyut di perjalanan, ini akan kami ganti. Kesimpulannya 754 kapal selesai.

Jadi sampai detik ini kami belum menemukan permainan kotor. Yang ada adalah satu kondisi di luar kemampuan pihak galangan untuk memenuhi kontrak.

Kapal di PSDKP Bitung
Kapal di PSDKP Bitung (Donang Wahyu|KATADATA)

Tapi dari 1.354 yang dipesan, hanya 754 kapal yang jadi?

Yang 600 (kapal) batal kontrak. Pihak galangan telah mengirim surat yang menyatakan bahwa mereka angkat tangan. Kami berharap bisa diterima BPK.

Bagaimana pembayaran untuk 600 kapal ini?

Belum ada uang keluar.

Bagaimana dengan masalah pembelian tanah Pertamina?

Itu memang isu lain yang membuat laporan keuangan kami disclaimer. Jadi pada 2014, KKP membeli tanah Pertamina seharga Rp 47,34 miliar di Pelabuhan Ratu. Dalam kesepakatan itu, Pertamina wajib menyerahkan tanah dalam keadaan clean and clear. Ternyata sampai BPK mengaudit, masih ada penghuni di situ dan belum diserahterimakan dengan  tuntas.

Kami tidak ingin berlarut-larut, jadi kami batalkan. Pertamina sudah setuju. Uang Rp 20,7 miliar yang pernah kami bayarkan akan dikembalikan ke kas negara. Dalam minggu-minggu ini seharusnya sudah dikembalikan.

Apakah KKP tidak mencari pengganti tanah untuk pelabuhan perikanan itu?

Yang jelas untuk tahun ini tidak.

Bagaimana dengan masalah ruislag tanah KKP di Sidoarjo?

Itu terjadi tahun 1999, saat KKP masih menjadi bagian dari Departemen Pertanian. Kami punya aset di Sidoarjo berupa tanah tambak. Saat itu ada kesepakatan dengan pihak swasta. Intinya, tanah kami itu akan ditukar dengan dua kendaraan Panther dan teknologi perikanan budidaya. Ternyata ada krisis sehingga ruislag terhenti.

Ternyata, pada 2009 ada gugatan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang memutuskan transaksi itu harus diproses lebih lanjut. Sementara, BPK menilai tidak fair karena harga yang dipakai saat itu Rp 3 miliar. BPK menyatakan bahwa kalau mau dilanjutkan, maka harus menggunakan harga tanah sekarang, yakni Rp 117 miliar. Tentu saja pihak swastanya menolak.

(Baca juga: Menteri Susi: Tak Puas Kinerja Saya, Ajukan Mosi ke Presiden!)

Jadi, seperti apa penyelesaiannya?

Kami akan menemui Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan untuk mencari win-win solution.

Sebelum ada opini dari BPK, antara auditor dan auditee kan ada proses konfirmasi. Bagaimana proses itu berjalan?

Saya masuk ke KKP bulan April (2016). Saya memang sempat berinisiatif mendatangi BPK, dan diterima Pak Rizal Djalil (Anggota IV BPK) dan auditornya. Tapi saat itu prosesnya sudah selesai.

Jadi saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. KKP ini kan lingkup kerjanya luas, sementara sistem yang ada belum mendukung. Belum tentu di ujung Papua sana ada mesin fax untuk mengirim tanda terima kan.

KKP meminta BPK melakukan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT), bagaimana saat ini perkembangannya?

Sebelum PDTT, BPK memberi kami waktu 60 hari untuk berbenah, menjawab semua yang direkomendasikan. Kami menargetkan perbaikan ini selesai dalam 30 hari, lalu akan kami simulasi.

Disclaimer itu kan tidak menyatakan pendapat. Maka dengan PDTT akan jelas ini ranahnya pidana atau bukan. Kami butuh kepastian itu. Saya tidak mau pimpinan saya (Menteri Susi Pudjiastuti) menjadi rusak namanya karena ini.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...