Kami Tidak Ingin Moratorium PLTS Seperti Vietnam

Muchamad Nafi
5 April 2023, 12:49
Evy Haryadi - Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Kami Tidak Ingin Sampai Moratorium PLTS Seperti Vietnam

Lalu pengukuran di pembangkit, misal iradiasi matahari. Begitu juga untuk yang roof top. Itu baru data, butuh interpretasi. Perlu tools untuk mengubah data menjadi informasi dan menjadi keputusan. Kalau kita tidak siap, lalu ada pertumbuhan dengan cepat, bahaya black out seperti di 2019 bisa terjadi.

Sudah seperti apa perisapan membangun tools tadi?

Kami dalam upgrading control center yang di Gandul. Mulai tender tahun ini. Tambahannya untuk forcasting suplai. Saat ini yang ada forcasting permintaan, misal cuaca panas maka pemakaian AC akan meningkat, atau ada sepak bola banyak orang menonton televisi.

Kami punya jadwal pemeliharaan, itu harus kami atur. Ada hal di mana pemeliharaan numpuk karena saat itu beban tidak dibutuhkan. Ada juga saat pemeliharaan kami kosongkan ketika beban sedang tinggi-tingginya.

Apa akan ada moratorium untuk pembangunan PLTS Atap di Permen yang baru?

Kalau sampai moratorium itu signal yang jelek. Moratorium kan sudah kuratif, tindakan untuk perbaikan. Nanti bisa dianggap kami tidak friendly terhadap renewable energy.

Kami ingin kebijakannya win-win, tetap memberikan insentif bagi dunia usaha bisa maju bersama. Kami tidak ingin seperti Vietnam sampai moratorium.

PLN juga sebenarnya punya proyek pengembangan EBT?

Kami sudah menghitung, berapa yang bisa dialokasikan. Kenapa RUPTL kemarin lama, karena kami berdebat dengan Kementerian ESDM terkait dengan besaran renewable yang bisa diterima PLN. Sampai akhirnnya putus 4,7 GW untuk solar, 600 MW untuk wind. Itu sudah hasil kompromi.

Sebelumnya kami meminta tidak setinggi itu. Misal, solar dua koma sekian. Yang 4,7 GW ini tidak termasuk roof top. Walaupun kami minta tetap perlu kuota juga untuk roof top, karena ini terkait dengan backup yang mesti kami siapkan. Ini akan masuk ke RUPTL yang akan datang. Sebelumnya 3,6 giga dalam tiga tahun, nanti bisa dalam lima atau enam tahun.

Jadi untuk mengganti bauran energi yang berkurang dari mana?

Kita akan mengejar transisi energi atau value transisi energi yang just dan affordable? Kembali ke kebijakan pemerintah, mau memaksa untuk memenuhi target 23 % pada 2025, dengan risiko cost yang muncul mesti ditanggung. Atau mau just and affordable. PLN akan mengikuti apapun keputusan pemerintah, kami akan bangun. 

Target 23 % itu sebenarnya janji ke internal, dalam negeri. Kami ke internasional itu pada 2030 terkait NDC (Nationally Determined Contribution) yang wajib turun sekian persen. Itu wajib kita lakukan karena terkait kredibilitas.

Bagaimana rencana memperbesar pengurangan emisi di NDC tersebut?

Dari 29 % dinaikkan manjdi 31,89 %. Emisi itu terkait dengan mitigasi penurunan emisi, bukan renewable-nya. Menurunkan emisi itu bermacam-macam. Di PLN seperti early retirement. Atau mengganti dari batu bara ke gas. Emisi gas itu separuh dari batu bara. Lalu, perencanaan pembangkit yang pakai batubara tidak lagi pakai batu bara.

Jadi bagaimana arah transisi energi di Indonesia?

Kami akan menyesuaikan dengan balancing suply and demand. Sehingga transisi energi-nya just and affordable. Kami tidak ingin kondisi seperti Vietnam yang terjadi oversupply, punya 79 GW dengan beban hanya 45 GW. Artinya dia punya hampir 75 % reserve. Berdasarkan pengalaman kami, yang optimum itu 30 %. Jadi Vietnam menyia-nyiakan 45 % cadangan. Dia masih agak mending karena ada ekspor listrik ke Kamboja, ada interkoneksi antarnegara. Kita tidak ada.

Bagaimana dari sisi pengurangan emisinya?

Kami akan masukkan ke dalam RUPTL. Kebijakan yang kami lakukan, pertama, dediselisasi ganti untuk yang eksisting. Penggantinya dua, renewable atau gasifikasi melalui LNG. Kedua mengurangi batubara dengan mengoptimalkan co-firing, yang sudah masuk dalam rencana. Ini membutuhkan keterlibatan dunia usaha yang kami perkirakan 10 sampai 14 juta ton pada 2030.

Proses co-firing, saat ini semua pembangkit PLTU memakai batubara yang ada emisinya. Sebagian, sekitar 10 % nanti di-mix dengan biomassa. Secara hitungan emisi, biomassa termasuk zero emisi karena dianggap seimbang. Ketika hidup menyerap CO2, kalau dibakar maka impas. Jadi kalau 10 % dari PLTU dipasang co-firing berarti emisi PLTU sudah berkurang 10 %.

Lalu masih ada beberapa inisiatif lainnya termasuk pembangkit PLTU yang kami lengkapi dengan peralatan-peralatan untuk efisiensi emisi. Misal PLTU dilengkapi FGD, flue gas desulfurization. Termasuk penggunaan hidrogen dan amoniak untuk co-firing, sedang pilot project. Kalau semua ini masih kurang maka harus early retirment.

Early retirement ini akan masuk sekema Just Energy Transition Partnership/JETP?

NDC itu ada dua. Pertama, unconditionally. Kedua, conditionally. Yang unconditionally saat ini Indonesia menyatakan penurunan 31,89 ton pada 2030. Itu atas biaya sendiri. Yang kedua conditionally 43 %, itu yang diminta JETP di 2030. Untuk itu duitnya mana, perlu pembiayaan dari luar.

JETP memberi syarat tiga hal. Pertama, pengkondisian emisi 43 %. Kedua porsi renewable 34 % yang saat ini di RUPTL 24,8 % di 2030. Ketiga, net zero emission yang direncanakan 2060 harus maju ke 2050. Mereka baru komitmen untuk membiayai inisiatif sampai 2030, untuk 34 % renewable dan penurunan 43 % emisi. Biaya yang dikasih US$ 20 miliar.

Itu tidak cukup. Kami sedang menghitung biayanya. Dan hitungan kami, untuk mempercepat dengan membandingkan proses bisnis seperti biasanya US$ 38 miliar, itu mencapi US$ 114 miliar, tiga kali lebih tinggi dibandingkaan kalau normal.

Bagaimana skema pendanannya?

Khusus untuk pemensiunan dini PLTU, kami ingin menggunakan grant. Untuk renewable development, kami menginginkan green financing yang cost of fund-nya seperti didapat dari market. Kalau tidak bisa sediakan itu, yang jangan mengatur-atur.

Dari market, PLN dapat bunga berapa persen?

Sekitar 5 %. Artinya, rate dari mereka mesti di bawah 5 %. Sampai sekarang mereka masih menawarkan sekitar 5 %, ya sama dengan di market. Lebih baik dapat dari market tanpa persyaratan macam-macam, diaudit ini dan itu.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...