ESDM Paparkan Nilai Ekonomis & Enam Efek Berantai Gasifikasi Batu Bara

Image title
7 Desember 2020, 14:01
gasifikasi batu bara, dme, hilirisasi batu bara, kementerian esdm, pertambangan, ahok, elpiji
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.
Kementerian ESDM mengklaim proyek gasifikasi batu bara ekonomis dan dapat mengurangi impor elpiji.

Pemerintah tetap mendorong gasifikasi batu bara meskipun menuai kritik dari beberapa pihak. Proyek hilirisasi tambang ini rencananya bakal menghasilkan dimethyl ether atau DME untuk menggantikan liquefied petroleum gas alias LPG. Dampak akhirnya, impor bahan bakar untuk memasak tersebut dapat berkurang.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyampaikan kebutuhan LPG atau elpiji domestik saat ini 70% masih impor. "Konsumsinya perlu disubtitusi untuk mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan dan meningkatkan ketahanan energi nasional," kata dia seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Senin (7/12).

Salah satu proyek DME sedang PT Bukti Asam Tbk lakukan bersama Pertamina dan Air Product. Pabrik di Sumatera Selatan ini rencananya akan memiliki kapasitas mengolah batu bara sebanyak 6 juta ton per tahun. Hasil produksinya mencapai 1,4 juta ton per tahun. 

Pada November lalu, kajian dari lembaga internasional asal Amerika Serikat, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), menyebut proyek DME tidak masuk skala keekonomian. Total biaya membangun fasilitas produksinya adalah Rp 6,5 juta per ton atau US$ 470 per ton. 

Angka tersebut hampir dua kali lipat dari biaya yang pemerintah keluarkan untuk mengimpor elpiji. Karena itu, proyek gasifikasi Bukit Asam dapat menggerus penghematan impor elpiji hingga Rp 266,7 miliar atau US$ 19 juta.

Tim Kajian Hilirisasi Batu bara Balitbang ESD telah melakukan analisis dan konfirmasi atas kajian itu. Kesimpulannya, proyek DME secara ekonomi layak dijalankan.

Perbedaan hasil kajian di antara keduanya terjadi lantaran asumsi data yang berbeda. Khususnya terkait metode perhitungan dan pertimbangan efek berantai dari proyek tersebut. 

Asumsi harga LPG yang digunakan lembaga think tank itu sebesar US$ 365 per ton dan hanya mencerminkan kondisi di 2020 ketika permintaan energi rendah di masa pandemi Covid-19. Sedangkan, asumsi harga LPG pada studi kelayakan Bukti Asam alias PTBA sekitar US$ 600 per ton dan mencerminkan harga elpiji rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Perbedaan tersebut sangat mempengaruhi harga jual DME.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...