• IBC berencana memiliki kepemilikan mayoritas di StreetScooter.
  • Para pengamat menilai IBC sebaiknya teguh pada bisnis intinya, memproduksi baterai.
  • StreetScooter sedang dijual oleh induknya karena terus merugi.

Rencana mengakuisisi pabrikan mobil listrik asal Jerman, StreetScooter, menjadi sorotan. Pemerintah, melalui Indonesia Battery Corporation alias IBC, akan melakukan aksi korporasi ini demi memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.

Dalam dokumen yang diterima Katadata.co.id, akuisisi itu termasuk dalam rencana yang sedang berlangsung alias saat ini. Holding baterai yang terdiri atas badan usaha milik negara (BUMN) Pertamina, PLN, MIND ID, dan Aneka Tambang (Antam) tersebut akan melakukan akuisisi bersama investor lainnya.

IBC akan memiliki porsi kepemilikan mayoritas, lebih dari 60%, dan memegang kendali perusahaan. Perusahaan telah melakukan kajian pada Juni hingga September lalu dengan konsultan BNP Paribas, McKinsey, PwC, Ricardo, KYC, Shearman & Sterling, dan MDC. 

Hasil uji kelayakan para konsultan menunjukkan investasi itu tidak ada major red flag (tidak wajar) pada aspek finansial, pajak, dan hukum. Seluruh risiko telah disusun mitigasinya yang akan terefleksi pada dokumen perjanjian.

Sebelumnya, Corporate Secretary IBC Muhammad Sabik mengatakan, perusahaan sedang melakukan kajian dan evaluasi secara menyeluruh terhadap seluruh aspek rencana tersebut. 

Sesuai Rencana Jangka Panjang Perseroan (RJPP), IBC akan melakukan pengembangan bisnis pada baterai (EVB) dan kendaraan listrik (EV). Pengembangan kendaraan listrik akan menjadi kunci mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia.

"Salah satu upaya yang dilakukan IBC adalah mengembangkan portofolio bisnis untuk mendapatkan know-how dan knowledge transfer serta mitra strategis yang memiliki kompetensi dalam pengembangan EV," kata Sabik, 26 November lalu.

Beberapa hal membuat IBC optimistis dengan rencana tersebut. StreetScooter, menurut dokumen tersebut, telah memiliki dua produk kendaraan niaga listrik atau electric light commercial vehicles (eLCV), yaitu Sherpa Max dan Sherpa Giga. 

Rekam jejaknya dianggap baik dan memiliki kepastian pemesanan dari Deutsche Post (induk usaha perusahaan logistik DHL) sebanyak 3 ribu unit kendaraan per tahun. 

Perusahaan juga menjadi importir eksklusif eLCV di Jepang. StreetScooter memiliki tim berpengalaman dan teknologi yang mumpuni. 

IBC melihat peluang mendapatkan teknologi penyimpanan baterai (EV battery pack), sistem penyimpanan energi (energy storage system), dan fasilitas riset serta pengembangan kelas dunia dari akuisisi StreetScooter. Ada pula peluang mendapatkan captive market bagi produk baterai yang dihasilkan IBC. 

Sebagai informasi, kantor pusat StreetScooter berlokasi di Aachen, Jerman. Perusahaan merupakan anak usaha dari Deutsche Post sejak diakuisisi 100% pada 2014. Kendaraaan StreetScooter adalah EV khusus untuk logistik.

Model pertamanya hadir pada 2012. Saat ini kapasitas produksinya mencapai 30 ribu unit per tahun. Deutsche Post berambisi menyediakan layanan logistik tanpa emisi pada 2050. Setiap unit kendaraan StreetScooter dapat menghemat 3 sampai 4 ton karbon dioksida (CO2) per tahun. 

Pada Oktober 2017 Streetscooter mengumumkan membangun pabrik kedua di Duren dengan kemampuan produksi hingga 10 ribu kendaraan per tahun. Hingga 2020, perusahaan telah mendistribusikan 13.500 mobil van dan truk listrik ke seluruh Jerman.

Kemudian pada September 2019, StreetScooter juga mengumumkan rencana kerja sama dengan pabrikan otomotif asal China yakni Chery. Rencana kerja sama tersebut untuk memproduksi hingga 100 ribu kendaraan per tahun pada 2021. 

Namun, rencana itu pun bersamaan dengan keinginan Deutsche Post untuk melepas StreetScooter. Sejak diakuisisi, sebagian besar produk kendaraan StreetScooter dibeli oleh induknya. Secara komersial, perusahaan terus merugi. Penjualan produk StreetScooter tidak kunjung berjalan lancar. 

Mengutip Reuters, Deutsche Post diketahui telah setuju untuk menjual StreetScooter kepada perusahaan Jerman bernama Odin Automotive yang berbasis di Luksemburg. Proyek Odin lalu menjadi nama rencana akuisisi IBC terhadap StreetScooter. 

Pabrik mobil listrik StreetScooter di Jerman.
Pabrik mobil listrik StreetScooter di Jerman. (Katadata/Instagram)

Kritik Akuisisi StreetScooter

Menanggapi rencana akuisisi StreetScooter, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengatakan, pengembangan mobil listrik sebenarnya bisa dimulai dari dalam negeri terlebih dahulu.

Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki negeri ini juga mumpuni di industri otomotif. "SDM kan tinggal dilatih saja. Skill kita baik dan sudah terbukti produk otomotif serta komponennya banyak diekpor," katanya kepada Katadata.co.id, 2 Desember lalu.

Tantangan pengembangan EV di Indonesia adalah harganya masih mahal. Rata-rata di atas Rp 600 juta. Sedangkan daya beli mayoritas masyarakat di level Rp 300 juta ke bawah. 

Semua merek mobil listrik siap diproduksi di Indonesia. Namun, pertanyaannya saat ini adalah berapa banyak yang bisa dijual. “Apakah dapat mencapai skala keekonomian?” ucap Jongkie.

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, Indonesia tidak perlu bernafsu melakukan akuisisi perusahaan mobil listrik. Negara ini seharusnya masuk dulu ke komponen mobil listrik karena memiliki bahan baku nikel besar. Nikel merupakan komponen utama dalam pembuatan baterai

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Maesaroh
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement