Tak perlu waktu lama bagi perempuan ini menjadi bintang Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, terutama dalam mengurus keuangan negara. Belum genap sepekan menjabat Menteri Keuangan, Sri Mulyani berencana merombak postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.

Kepada Presiden, dalam sidang kabinet paripurna, Sri Mulyani mengungkapkan hendak memangkas belanja negara seratusan triliun rupiah. Langkah tersebut guna menekan defisit anggaran agar tidak terlalu melebar melewati batas maksimal tiga persen. (Baca: Tujuh Jenis Belanja Kementerian Dipangkas Rp 65 Triliun).

Advertisement

Pertimbangannya, realisasi perpajakan tahun ini diperkirakan minus Rp 219 triliun dari target Rp 1.784,2 triliun. Menurut Sri, strategi ini akan menjaga kredibilitas APBN sehingga dana belanja perlu disunat Rp 133,8 triliun: Rp 65 triliun jatah kementerian dan lembaga, dan Rp 68,8 triliun dari alokasi transfer ke daerah.

Atas rencana tersebut, peserta sidang mengapresiasinya. “Ibu Menkeu baru bekerja enam hari, tapi sudah menghasilkan banyak hal,” kata Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung. “Secara prinsip, sepenuhnya disetujui oleh Presiden dan Wakil Presiden.”

Pandangan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini sebenarnya sudah terlihat begitu didapuk menjadi menteri keuangan. Dia menilai target penerimaan negara cukup ambisius, terutama dari pajak yang dipatokRp 1.539 triliun. Sri menyebutnya sebagai angka yang tidak realistis.

Dalam hitungannya, penerimaan pajak kemungkinan hanya menyentuh Rp 1.320 triliun. Itu pun bila memasukan tarif tebusan dari program pengampunan pajak atau tax amnesty sukses meraup Rp 165 triliun. (Baca: Darmin: Ada Tax Amnesty pun Penerimaan Masih Berat).

 Rapat KabinetRapat Kabinet (Laily - Biro Pers Setpres)

Karena itulah Sri menguslkan pemangkasan ulang, kebijakan yang pernah diambil Bambang Brodjonegoro -menteri keuangan sebelumnya- dengan memotong Rp 50 triliun belanja negara dalam APBN Perubahan 2016. “Jadi kredibilitas, confidence, dan trust itu harus ditegakkan, mulai dari angka-angka APBN yang bisa mencerminkan realita ekonomi yang kita hadapi,” kata Sri. 

Secara terbuka, Presiden Jokowi merestuinya. Usai sosialisasi pengampunan pajak di Hotel Intercontinental, Kota Bandung, Senin, 8 Agustus 2016, dia mengakui asumsi penerimaan pajak tahun ini kurang berpijak pada perkembangan termutakhir. Di tengah ekonomi global yang masih lesu, hampir semua negara terguncang, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, ada negara yang pertumbuhannya minus.

Karena itulah International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan dunia dari 3,2 menjadi 3,1 persen. Begitu juga dengan proyeksi tahun depan, dari 3,3 - 3,4 persen menjadi 3,2 persen. Sementara Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri dari 5 - 5,4 persen menjadi 4,9 - 5,3 persen tahun ini.

Dipangkas Lagi, Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
Dipangkas Lagi, Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global (Katadata)

“Kalau dihitung lagi, kami perkirakan tidak mungkin target terkejar. Harus realistis. Apa yang dilakukan Bu Menkeu itu sebuah hal yang sangat nalar dan masuk kalkulasi. Saya setujui,” ujarnya. (Baca: Menkeu: Penerimaan Pajak 2017 Hanya Bertambah Rp 30 Triliun).

Agar tak mengganggu roda ekonomi, anggaran belanja kementerian dan lembaga dipangkas terutama yang terkait biaya operasional dan perjalanan dinas. Di bawah komando Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pemerintah menyisir pengeluaran yang dapat dihemat.

Karena itu, dalam menghitung keuangan negara tahun depan, Sri Mulyan tak gegabah menetapkan target tinggi. Misalnya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, penerimaan perpajakan hanya dipatok Rp 1.495,9 triliun.

Bila dibandingkan target APBNP 2016 yang mencapai Rp 1.539,2 triliun, angka tersebut lebih rendah Rp 43,3 triliun. Tetapi bila disandingkan dengan proyeksi penerimaan 2016 yang hanya Rp 1.320,2 triliun, jelas target RAPBN 2017 lebih tinggi.

Menurut mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) ini, pemerintah tidak menjadikan APBNP 2016 sebagai dasar penyusunan RAPBN 2017 karena karena tidak realistis dari sisi ekapektasi penerimaan. “Bahkan walau sudah memasukkan penerimaan tax amnesty Rp 165 triliun,” kata Sri dalam penjelasan ke publik setelah pembacaan Nota Keuangan Negara, sehari sebelum perayaan kemerdekaan Indonesia. (Lihat pula: Anggaran Dipotong, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement