Beberapa Hari Lagi Perpres Kilang Terbit

KATADATA - Setelah tertunda lebih dari dua pekan, pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang pembangunan kilang minyak. Beleid ini akan menjadi payung hukum dalam mempercepat pendirian fasilitas pengolahan minyak mentah yang baru.
“Beberapa hari lagi selesai diundangkan” kata Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Koordinator Perekonomian Monti Griyana kepada Katadata dalam pesan singkatnya, Kamis, 7 Januari 2016.
Sebenarnya, Presiden Joko Widodo meneken draft rancangan peraturan tersebut pada pertengahan bulan lalu. Ketika itu Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja mengatakan keputusan Presiden tersebut sebagai kado tahun baru. Bahkan, Menteri Koordinator Perekonamian Darmin Nasution berucap bahwa aturan tersebut akan dikumandangkan pada pekan ketiga Desember lalu.
Rupanya, begitu memasuki 2016, kabar perpres ini malah mundur. Kepada Katadata, kemarin, Direktur Pembinaan Hilir Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi, Setyo Rini Tri Hutami mengatakan Peraturan Presiden tentang kilang masih dalam tahap finalisasi. “Biasanya diundangkan dulu di Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Setyo Rini.
Menurut Rini, proses merilis sebuah perpres tidak berlangsung sebentar, sebab ada jeda untuk mensinkronisasi Perpres dengan Kementerian terkait untuk selanjutnya diterbitkan dalam lembaran negara. “Saya tidak tahu pasti berapa lama selesainya. Kita tunggu saja ya,” kata Rini. (Baca: Darmin: Perpres Kilang Terbit Pekan Ini).
Padahal, aturan ini begitu ditunggu-tunggu banyak kalangan. Bagi pemerintah, Peraturan Presiden tersebut diharapkan dapat mempercepat pembangunan kilang baru. Saat ini, tujuh kilang yang ada telah tua sehingga biaya produksinya mahal. Hal ini terlihat dari harga beli produk kilang minyak oleh pemerintah sebesar 106 persen dari harga Mean of Platts Singapore (MOPS).
Terakhir, fasilitas pengolahan minyak mentah atau crude dengan kapasitas besar didirikan pada 1994. Ketika itu pemerintah membangun kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat, yang berkapasitas 135 million barrel steam per day (MBSD). (Baca juga: Pertamina-Menkeu Debat, Perpres Kilang Terhambat).
Dengan minimnya kilang, praktis impor bahan bakar minyak menjadi tinggi. Sebab, permintaan BBM setiap tahun meningkat dan tidak dapat terpenuhi dari dalam negeri. Setiap hari Indonesia harus mendatangkan setengah dari total kebutuhan BBM dan crude yang mencapai 1,6 juta barel per hari (bph), mengingat produksi dalam negeri paling tinggi 800 ribu bph.
Bagi investor, aturan tersebut diharapkan memuat sejumlah insentif. Pasalnya, biaya pembanguanan kilang menyedot dana sangat besar. Selain itu mereka juga membutuhkan kepastian dan proses perizinan yang tak berbeli-belit. (Lihat pula: Bangun Kilang, Swasta Masih Tunggu Perpres).
Karena itu, dalam paket kebijakan ekonomi ke delapan yang dikeluarkan pada pertengahan bulan lalu, pemerintah memasukan peraturan presiden ini sebagai salah satu item untuk menarik investasi. Presiden Jokowi memerintahkan seluruh kementerian dan lembaga untuk menjadikan 2016 sebagai tahun percepatan ekonomi.
Rencananya, pemerintah akan membangun beberapa kilang baru berkapasitas 300 ribu bph untuk meningkatkan ketahanan energi dalam 10 tahun ke depan. Selain membangun kilang baru, pemerintah juga akan mendirikan kilang mini di beberapa titik yang lokasinya dekat dengan sumber minyak dan jauh dari lokasi kilang besar.
Darmin Nasution menjelaskan, Perpres tersebut nantinya memuat tiga opsi pembangunan kilang. Pertama, skema penugasan, yaitu Pertamina ditugasi oleh pemerintah untuk membangun kilang. Kedua, kerjasama antara pemerintah melalui Pertamina dengan swasta. Ketiga, pembangunan kilang dilakukan oleh swasta sepenuhnya dan menugaskan Pertamina sebagai pembeli (off taker) hasil kilang tersebut. Pertamina akan membeli produk kilang dengan harga keekonomian.
Namun, Pertamina sempat menolak opsi ketiga ini. Pertamina ingin pembangunan kilang hanya dilakukan oleh perusahaannya. Jika swasta mau membangun, harus bekerjasama dengan perusahaan pelat merah itu. Pemerintah pun menolak keinginan tersebut. “Pada akhirnya sudah diterima (opsi ketiga oleh Pertamina),” ujar Darmin beberapa waktu lalu.
Selain Pertamina menjadi offtaker, poin penting lain yaitu mengenai penentuan lokasi pembangunan kilang. Dalam Perpres, lokasi kilang akan ditentukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Saat ini sudah ada dua lokasi yang menjadi fokus pemerintah: Bontang dan Tuban. Untuk Kilang Bontang kapasitasnya 300 ribu barel per hari. Kilang ini akan dioperatori oleh Pertamina dengan nilai investasi US$ 10 miliar. Kilang Tuban juga diprediksi berkapasitas 300 ribu barel per hari. Nilai investasinya diperkirakan US$ 12 miliar, juga dikelola oleh Pertamina.