Tan Paulin Bantah Tudingan Anggota DPR soal ‘Ratu Batu Bara Nakal’

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
Suasana saat pekerja beraktivitas di tempat penumpukan sementara batu bara, Muarojambi, Jambi, Rabu (1/7/2020).
Penulis: Desy Setyowati
16/1/2022, 20.53 WIB

Semua batu bara yang diperdagangkan oleh perusahaan Tan Paulin diklaim sudah melalui proses verifikasi kebenaran asal usul barang dan pajak yang sudah dituangkan di Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dari surveyor yang ditunjuk.

Ia juga mengklaim bahwa Tan Paulin melakukan perdagangan batu bara dengan benar dan didasari oleh Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan Nomor 94/1/IUP/PMDN/2018 yang terdaftar di Minerba One Data Indonesia.

Yudistira mencontohkan, royalti fee melalui e-PNBP telah dibayarkan oleh pemegang IUP OP tempat asal barang batu bara secara mandiri atau self assesment. Pembayaran dilakukan melalui aplikasi SIMPONI atau MOMS berdasarkan kualitas dan kuantitas batu bara, mengacu kepada LHV surveyor.

Ia juga menegaskan, batu bara yang dijual oleh Tan Paulin ke luar negeri sudah melalui tahapan dan proses yang sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Dokumen resmi dari IUP-OP yang memproduksi batu bara sesuai dengan kuota dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Tahunan tahun berjalan sudah dikantongi. Selain itu, royalti fee kepada negara sudah dibayarkan.

“Semua sudah sesuai aturan. Kami bukan maling. Kami menjalankan usaha secara benar dan transparan,” kata Yudistira.

Soal tuduhan merusak infrastruktur, ia mengatakan bahwa pihak Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba sudah pasti melakukan pengawasan di setiap lokasi usaha pertambangan. Selain itu, dievaluasi oleh tenaga teknis tambang.

“Jadi tudingan bahwa klien kami merusak infrastruktur, sangat lucu. Sangat tidak masuk akal,” kata Yudhistira.

Sebelumnya, Muhammad Nasir mengatakan ada pengusaha nakal yang mencuri batu bara. Pengusaha ini memproduksi mineral hitam itu tanpa memiliki izin tambang.

Ia menyebut pengusaha nakal tersebut sebagai ratu batu bara. Julukan ini diberikan lantaran pebisnis yang dimaksud dapat memproduksi hingga satu juta ton per bulan dan mengekspor ke luar negeri.

"Ada ratu batu bara tidak ditangkap. Produksinya satu juta per bulan. Tapi tidak ada laporan Kementerian ESDM ke Kami. Tan Paulin (namanya). Saya bilang, tangkap orang ini," ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi VII dengan Menteri ESDM di Gedung Parlemen, pekan lalu (13/1).

Menurut Nasir, imbas ulah ratu batu bara tersebut, infrastruktur yang dibangun pemerintah daerah menjadi rusak. Namun sampai saat ini, oknum itu tidak pernah ditangkap ataupun diusut.

"Apa uangnya sampai ke Kementerian? Apalagi satu juta (ton) satu bulan. Dengan harga Rp 2,5 juta batu bara,  Rp 2,5 triliun itu uangnya. Sampai saya panggil Kapolda, ‘ini siapa? Kenapa tidak ditangkap juga. Pak Menteri kok santai saja," katanya.

Halaman: