Pertamina: Berkah Lonjakan Harga Minyak untuk Subsidi Silang Harga BBM

ANTARA FOTO/Jojon/tom.
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di SPBU 74.931.04 Tapak Kuda, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (12/4/2022).
13/7/2022, 14.33 WIB

Pertamina mengakui kenaikkan harga minyak mentah dunia memberikan keuntungan tak terduga atau windfall di sektor hulu migas tanah air. Kondisi tersebut berdampak positif bagi pendapatan negara.

Namun, torehan windfall di sektor hulu migas harus diarahkan untuk menutup pengeluaran di sektor hilir, yakni menutup selisih antara harga keekonomian BBM dengan harga jualnya di masyarakat.

"Hari ini untuk crude itu 40% kita masih impor dan untuk produk itu 36% kita masih impor. Artinya pendapatannya 60% harus bisa nutup pengeluaran yang 100%. Kalau kita lihat ini subsidi silang," kata Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati dalam Economic Challenges Metro TV pada Selasa (12/7), malam.

Adapun harga minyak mentah dunia pada Rabu pagi ini berada di bawah US$ 100 per barel. Minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 99,63 per barel sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dilego di harga US$ 95,92 per barel.

Guna menekan selisih jarak antara perolehan windfall dan subsidi BBM, pemerintah telah merevisi asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) di angka US$ 100 per barel dari sebelumnya US$ 63 per barel. "Kalau gini masih ketutup," sambung Nicke.

Nicke menjelaskan, windfall yang diperoleh Pertamina berasal dari sektor hulu dan sektor pengolahan minyak mentah di kilang. Keuntungan dari sektor kilang didapat dari selisih antara harga produk BBM yang dihasilkan dengan harga minyak mentah atau crack spread.

Adapun proses mengubah minyak bumi menjadi produk bahan bakar diesel seperi Dexlite, Pertamina Dex dan Solar merupakan salah satu penyumbang windfall.

"Khususnya adalah untuk produk gasoil, ini luar biasa. Biasa crack spread hanya US$ 4 per barel, di bulan Mei mencapai US$ 52 per barel. Ini merupakan peluang bagi kilang untuk meningkatkan capatibility-nya untuk bagaimana bisa menekan subsidi dan kompensasi pemerintah," ujar Nicke.

Dengan statusnya sebagai BUMN yang menjalankan fungsi kemanfaatan umum, Pertamina tetap berusaha untuk mematok crack spread di angka US$ 4 per barel. Sehingga beban negara untuk subsidi dan kompensasi dari ongkos produksi BBM yang harus dibayarkan ke Pertamina dapat dikurangi.

"Hari ini mungkin crack spread terendah di dunia untuk menghasilkan gasoil. Kita lakukan efisiensi di harga pokok produksi sembari menaikkan produksi di hulu migas," jelasnya.

Pada tahun ini, sektor hulu migas ditarget melakukan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari. Jumlah ini naik dibanding produksi tahun lalu yang mencapai 966 ribu barel per hari. "Kita harus naikkan sesuatu yang bisa menambah windfall tadi," harap Nicke.

Nicke meminta jajarannya untuk terus mengoptimalkan kinerja kilang agar tidak terjadi unplanned shutdown atau kendala yang tidak direncanakan karena kerusakan dan sebagainya. "Kesiapan kilang saat ini 99,6%. Kita jaga di situ dan di sisi lain dari sisi hilir kita jaga pengendalian permintaan BBM dengan digitalisasi My Pertamina," tukas Nicke.

Berdasarkan formulasi perhitungan yang dilakukan oleh Pertamina pada Juli 2022, harga keekonomian Solar adalah Rp 18.150 per liter, sedangkan harga jual masih Rp 5.150 per liter. Kondisi ini membuat pemerintah harus membayar subsidi Solar Rp 13.000 per liter.

Sementara itu, harga keekonomian BBM bersubsidi Pertalite berada pada angka Rp 18.150 per liter. Pertamina menjual Pertalite Rp 7.650 per liter, sehingga setiap liter Pertalite yang dibeli oleh masyarakat mendapatkan subsidi Rp 9.550 per liter dari pemerintah.

Harga keekonomian produk BBM nosubsidi jenis Pertamax adalah senilai Rp 17.950 per liter. Pertamina masih mematok harga Pertamax Rp 12.500 per liter, sedangkan perusahaan kompetitor sudah menetapkan harga produk hingga sekitar Rp 19.000 per liter.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu